polahe wong Jawa kaya gabah diinteri endi sing bener endi sing - TopicsExpress



          

polahe wong Jawa kaya gabah diinteri endi sing bener endi sing sejati padha wedi ngajarake piwulang adi salah-salah anemani pati banjir bandang ana ngendi-endi gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti Sejak dulu pulau Jawa yang bisa juga berarti Nusantara memiliki alam yang subur, melimpah bahan tambang di dalam perut bumi, penduduk yang melimpah pada suatu hari akan menghadapi bencana terus-menerus antara lain berupa banjir bandang, letusan gunung berapi. Penyebaran penduduk dari pulau Jawa ke wilayah Nusantara yang sangat pesat berlangsung sejak bangsa kulit putih berkuasa di Nusantara yang membutuhkan tenaga manusia untuk membuka daerah baru antara lain untuk perkebunan sawit, kopi, rempah-rempah. Juga sebagai tenaga administratif pemerintah kolonial maupun sebagai anggota pasukan militer asing. Bencana alam memang sesuatu yang lumrah bagi alam yang juga memiliki daya hidup dan terikat dengan hukum ilmiah maupun gaib. Alam jengah dengan segala macam ulah manusia yang berhasil mencapai puncak tertinggi dalam bidang ilmu dan teknologi sehingga memanfaatkan alam dengan efisien dan intensif, akan tetapi sayangnya hanya untuk memuaskan kepentingan manusia sendiri tanpa pernah menghormati sang alam. Masa depan yang digambarkan dengan kehidupan orang Jawa yang bekerja dan hidup berputar-putar saja dalam tampah. Tampah adalah wadah dari anyaman bambu berbentuk datar bulat berdiameter 66 cm. Tampah bisa digunakan untuk memisahkan beras dan kulit padi maupun padi dengan tangkai padi. Caranya dengan memutar wadah itu berlawanan arah jarum jam maupun sebaliknya. Jika berlawanan arah jarum jam gunanya untuk mengumpulkan benda yang lebih ringan tepat di tengah. Dan jika searah jarum jam gunanya untuk memisahkan benda yang ringan ke bagian pinggir tampah. Maka orang Jawa/Nusantara selalu bertebaran ke segala arah merantau dan dalam perantauan justru berdesak-desakan akibat terbatasnya ruang hidup. Akan tetapi suatu kali pada hari raya mereka kembali ke tanah leluhurnya. Dan begitulah seterusnya gerakan tersebut persis dengan beras atau padi yang sedang diinteri dalam tampah agar dapat terkumpul mana yang asli beras/pada dan mana yang benar dedak/kulit padi. Pada jaman orde baru penyeragaman berpikir sesuai definisi yang dipaksakan penguasa terjadi mulai dari anak sekolah dasar hingga para akademisi bergelar doktor. Tak seorang pun mendendangkan irama lain, para alim ulama, biksu, pendeta, dan pertapa atau paranormal pun sama saja tidak berani mengungkapkan "piwulang adi" atau ajaran atau ilmu yang sebenar-benarnya. Karena orde baru tidak segan-segan membunuh atau memenjarakan barang siapa pun yang mengusik keamanan dan ketertiban bertindak maupun berpikir berbeda dengan penguasa baik langsung maupun tidak langsung. Jumlah korban orde baru berlipat kali lipat jumlah korban penduduk setempat dalam perang Vietnam ditambah perang Korea. Saat ini masa pemerintahan SBY terjadi "banjir bandang ana ngendi-endi......" gunung meletus tanpa dapat diduga sebelumnya, bahkan tanpa petunjuk apapun dalam eksakta maupun dalam impian. Juga di jaman SBY para organisasi massa begitu membenci aliran-aliran kebathinan yang menjalani laku "pati geni" alias ngelmu dengan berbagai cara antara lain puasa berlebihan tanpa batas waktu. Ormas tersebut bertindak sesuai pesan sponsor, sang sponsor takut jatidirinya yang kelam terbongkar belangnya di masa orde baru "marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti". Pemerintahan SBY bukan sumber sebab-akibat bencana alam sekarang ini akan tetapi orde baru lah dan semua yang masih menggendong watak kekuasaannya biang keladi semua ini (juga lumpur Lapindo)
Posted on: Thu, 12 Sep 2013 00:48:33 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015