KPK AKAN TINDAKLANJUTI KASUS KORUPSI DANA OTSUS PAPUA Sentani, - TopicsExpress



          

KPK AKAN TINDAKLANJUTI KASUS KORUPSI DANA OTSUS PAPUA Sentani, 13/5 (Jubi) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim akan terus dan tetap konsen memperhatikan, serta mengawasi pelaksanaan penggunaan dana–dana Otonomi Khusus (Otsus) yang masuk ke Papua. “Jadi kami, baik KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, tetap mengawasi secara seksama laporan-laporan dugaan tindak pidana kasus korupsi di Papua, termasuk yang masuk ke KPK,” kata Ketua KPK, Abraham Samad ke wartawan di sela-sela acara Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Papua, di Traveller Hotel, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (13/5). Menurut Abraham, khusus untuk penggunaan dana Otsus, ada tujuh laporan dugaan tindak pidana kasus korupsi dari Papua yang sudah masuk ke KPK. “Tapi ketujuh kasus itu masih sekadar laporan, belum diverifikasi kebenarannya,” kata Ketua KPK asal Sulawesi Selatan ini. Namun untuk dugaan tindak pidana kasus korupsi lainnya, kata Abraham, untuk di tahun 2013 ini ada banyak kasus yang masuk ke KPK. “Jumlah pastinya kami belum hitung secara detail. Kami juga belum investigasi lebih jauh, apakah beberapa kasus itu telah betul-betul memenuhi unsur untuk dilakukan tindaklanjut,” katanya. Ketika ditanya wartawan, mengapa hingga kini belum ada kasus korupsi di Papua yang tertangkap tangan, Abraham Samad hanya mengatakan, “Insyah Allah, dengan kita kerjasama dengan Polda Papua dan Kejaksaan di Papua, semoga kita bisa tangkap tangan para koruptor yang ada di Papua,” katanya. Sebelumnya, dalam sesi jumpa pers dengan wartawan, Abraham enggan menjawab pertayaan wartawan terkait kasus dugaan korupsi apa saja yang saat ini sedang dibidik KPK. “Belum bisa kami beberkan, kuatirnya menganggu proses penyelidikan dan kita kuatirkan hal-hal itu bisa raib,” katanya. Intinya, kata Abraham, laporan yang masuk ke KPK, masih dilakukan investigasi. Hasil ini nanti ditentukan, jika memenuhi dua alat bukti cukup, maka akan ditindaklanjuti dengan melakukan koordinasi dan sinergitas bersama jajaran Polda dan Kejaksaan di Papua. “Sebab kita berkeyakinan, pemberantasan korupsi di tanah Papua harus terus dinyalakan,” katanya. (Jubi/Levi) KPK BIDIK TUJUH KASUS KORUPSI DANA OTSUS PAPUA Odeodata H Julia | Senin, 13 Mei 2013 - 14:38:24 WIB “KPK belum mengungkapkan detail kasus apa saja yang sedang dibidik. SENTANI – Ketua KPK Abraham Samad mengungkapkan setidaknya ada tujuh kasus korupsi di Papua terkait dengan penggunaan dana otonomi khusus (otsus) yang saat ini sedang diselidiki dan dibidik aparat penyidik KPK. Abraham Samad mengatakan itu kepada SH ketika ditemui di sela–sela acara Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Sentani, Jayapura, Senin (13/5)."Ada tujuh sampai sepuluh kasus korupsi yang saat ini kami tangani terkait dengan penggunaan dana otsus,’’katanya. Menurutnya, saat ini laporan yang masuk ke KPK tentang tindak pidana kasus korupsi di Papua sudah ada laporan dan investigasi. ’’Kalau misalnya memenuhi bukti yang cukup, kami akan melakukan konsolidasi, koordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan,’’ tegasnya.Dia menegaskan, pemberantasan kasus korupsi di Papua harus digalakkan dengan melibatkan institusi penegakan hukum lainnya. Kalau tidak hal itu dilakukan maka dirinya meyakini pasti akan mengganggu penyelidikan. Saat disinggung kasus korupsi apa saja yang saat ini ditangani oleh KPK, Abraham enggan menjawab. Menurutnya, bila hal itu diungkapkan, dikhawatirkan akan mengganggu penyelidikan yang dilakukan KPK.Pemberian dana otsus untuk Papua dan Papua Barat berlaku selama 25 tahun dan kini sudah berjalan sekitar 12 tahun. Setidaknya, sekitar Rp 30-an triliun dana otonomi khusus sudah diberikan ke tanah Papua selama 12 tahun terakhir ini.Namun, beberapa waktu lalu ketika Gubernur Papua Lukas Enembe bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada keinginan pemerintah pusat untuk memberikan otsus plus kepada Papua. Hanya saja, belum ada tindak lanjut seperti apa kewenangan dan tambahan otonomi khusus yang ada saat ini. DUGAAN KORUPSI, MANTAN BUPATI MERAUKE AKAN DIPERIKSA Jayapura : Kepolisian Polda Papua dalam waktu dekat akan memeriksa mantan Bupati Kabupaten Merauke, John Gluba Gebze. Pemeriksaan itu terkait adanya dugaan korupsi di kabupaten yang berjuluk Kota Rusa itu.“Pemeriksaan mantan Bupati Merauke seharusnya sudah dilakukan beberapa waktu lalu, namum yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan dengan alasan sakit. Kami sudah layangkan surat panggilan kedua, jika tidak datang, tentu akan kita upayakan penjemputan, atau tim penyidik yang akan ke Merauke,” kata Direktur Kriminal Khusus Polda Papua Kombes Pol Setyo Budiyanto Setyo kepada wartawan, di Jayapura, Selasa (14/5).Selain itu Merauke, ujar dia, Polda Papua juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap Pemerintah Kabupaten Sorong terkait dana pelantikan, dan saat ini tim penyidik sedang berada di Sorong.“Kami juga sedang melakukan pemeriksaan kepada Bupati Maybrat, mantan Bupati Mamberamo Tengah dan Bupati Nabire,” tambahnya.Terkait dengan kasus di Merauke, jelas Dia, kasus dugaan korupsi pengadaan souvenir kulit buaya memanfaatkan APBD Merauke tahun 2009-2010 senilai Rp 18 Miliar.“Sebelumnya, tim tipikor Reskrimsus Polda Papua telah menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus ini, masing- masing berinisial KA sebagai Kuasa Bendahara Umum Daerah Merauke dan MM sebagai Bendahara Umum Daerah Merauke,” katanya.Sebelumnya Polda Papua juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Wakil Bupati Waryoto dan mantan Sekda Josep Rinta. (Jubi/Alex) BEBASKAN TANAH PAPUA DARI CENGKERAMAN KORUPTOR! TAHANAN KORUPSI KEJAGUNG BERKELIARAN DI RAJA AMPAT PAPUA Jayapura : Salah satu tersangka kasus korupsi PLTD Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat berinial SW yang telah ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sejak, 28 Maret lalu di Rutan Pondok Bambu Jakarta dengan status tahanan kota berkeliaran di Raja Ampat.Sumber tabloidjubi dari Raja Ampat, Papua Barat, Andrew yang juga wartawan media lokal di sana mengatakan, SW tertangkap kamera wartawan saat berada di Waisai ketika Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi dan rombongan berkunjung ke wilayah itu, Kamis (09/05) lalu.“Ya, benar dia ada di sini (Waisai) saat itu. Dia bahkan ikut menjemput rombongan menteri di Bandara Wasiri. SW bahkan memotong kue ulang tahun saat acara perayaan HUT Kabupaten Raja Ampat yang jatuh pada tanggal 09 Mei lalu,” kata Andrew ke tabloidjubi, Kamis (16/5).Menurutnya, Ketua Timsus Tipikor Kejagung, Tommy Kristianto saat dikonformasi wartawan mengatakan, status tahanan kota SW terancam dicabut dan dikembalikan menjadi tahanan rutan.“Harusnya SW saat ini tidak boleh keluar dari kota Jakarta tanpa seijin jaksa. Kami tidak pernah menerima permohonan ijin kuasa hukum SW kalau yang bersangkutan akan keluar Kota Jakarta. Ini akan kami laporkan ke pimpinan untuk dipertimbangkan lagi statusnya sebagai tahan kota.” ujar Andrew menirukan kata-kata Ketua Timsus Tipikor Kejagung, Tommy Kristianto.Dikatakan sumber tersebut, Koordinator Laskar Anti Korupsi ( LAKI) wilayah Papua dan Papua Barat, Ayub Faidiban juga mengecam tindakan SW itu dan menyesalkan kinerja Jaksa Penuntut yang membiarkan SW keluar dari Rutan Pondok Bambu. Padahal, dari proses penyidikan, SW tergolong sebagai tersangka korupsi kelas kakap, karena terlibat dalam tiga kasus korupsi.“Ya, koordinator LAKI sangat menyayangkan itu. Ini menggambarkan masih lemahnya penanganan kasus korupsi di kejaksaan. Apalagi setelah di lepas, tersangka bebas meninggalkan Jakarta meskipun berstatus sebagai tahanan kota,” kata Andrew. (Jubi/Arjuna) POLRI SELIDIKI KORUPSI DANA OTSUS PAPUA JAKARTA - Markas Besar Polri akan memberikan prioritas khusus terhadap penanganan dugaan korupsi dana otonomi khusus (otsus) di Papua. Sebab, dalam anggaran penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) 2013, Polda Papua akan mendapat dana besar."Pimpinan Polri berkomitmen dalam pemberantasan korupsi di sana. Anggaran luar biasa, Rp2,8 miliar, kami turunkan," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Brigadir Jenderal Pol Nur Ali di Mabes Polri, Jakarta, hari ini.Ali mengatakan pimpinan kewilayahan di Papua, dalam hal ini Kapolda, bisa melaporkan rencana kerja pemberantasan korupsi ke Pimpinan Polri, baik Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Kabareskrim Komisaris Jenderal Sutarman. Dia menjamin pihaknya akan mendukung sepenuhnya."Itu komitmen. Kaitan dana apa yang nanti banyak ditangani, ada otsus, ada bupati yang mengeluarkan anggaran yang tidak pada peruntukannya dan sebagainya," ujarnya.Ali mengungkapkan Polda di seluruh Indonesia dengan penanganan kasus korupsi tertinggi tahun 2012 kemarin adalah Polda Jawa Timur dengan 70 kasus. Sementara posisi berikutnya ditempati oleh Polda Sumatera Utara 63 kasus, Polda Papua 60 kasus, dan Polda Sulawesi Selatan 56 kasus."Komitmen Pimpinan Polri bahwa salah satu tolok ukur prestasi pimpinan wilayah adalah keseriusan menegakkan hukum khususnya tindak pidana korupsi," tuturnya KPK BIDIK KORUPSI DANA OTSUS Ketua KPK Abraham Samad membuka Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Travellers Hotel, Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (13/5/2013). JAYAPURA-Zona Damai: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan investigasi lebih lanjut terkait kasus dugaan korupsi dana Otsus di Papua.“Dari hasil investigasi itu nanti ditentukan kalau misalnya memenuhi dua alat bukti yang cukup, akan kita lanjuti terus dengan melakukan koordinasi, sinergitas dengan jajaran Polda dan Kejaksaan Tinggi yang ada di Papua,” tegas Ketua KPK Abraham Samad didampingi Kapolri Jenderal (Pol) Drs. Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrib Arif dan Deputi Ketua UKP4 Mas Ahmad Santosa usai membuka Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Travellers Hotel, Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (13/5/2013).Dikakatan, pihaknya yakin pemberantasan korupsi di Tanah Papua ini harus terus dinyalahkan. Papua harus menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum baik Kepolisian, KPK maupun Kejaksaan, terutama masalah pemberantasan korupsi.Ditanya kasus dugaan korupsi dana Otsus yang menjadi prioritas, ujar Ketua KPK, pihaknya belum bisa menyampaikan kepada publik, karena termasuk bagian dari strategi penyelidikan. Bila disampaikan di kwatirkan barang bukti bisa raib.“Kami tetap berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah pemberantasan korupsi dana-dana Otsus di Papua,” katanya.Sementara itu Kapolri Jenderal (Pol) Drs. Timur Pradopo, mengatakan upaya pemberantasan korupsi di Papua terkendala kondisi geografis yang lain daripada yang lain, sehingga perlu keberanian termasuk mempersiapkan biaya penyelidikan.Namun demikia, kata Kapolri, pihaknya pada 2013 telah melakukan beberapa perbaikan anggaran terkait masalah penyelidikan khusus tindakan pidana korupsi, melalui mekanisme yang diselenggaran pimpinan KPK, tentunya saling mendukung. Apabila Polisi kekurangan KPK ada anggaran sekaligus bantuan teknis yang diperlukan untuk penanganan penyidikan kasus tindakan pidana korupsi, baik pencegahan maupun penegakan hukum. Kemudian KPK memberikan peningkatan kemampuan kepada penyidik baik dari Kejaksakan Polri maupun BPK dan BPKP.Karenanya, kata dia, KPK, Polri, Kejaksaan bisa menanganinya tak bekerja sendirian. Tapi bekerjasama dengan penegak hukum dan seluruh masyarakat, sehingga langkah-langkah itu harus dioptimalkan, baik pencegahan maupun penegakan hukum yang ada di Tanah Papua khususnya.Berkaitan dengan tuduhan penegak hukum melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi di Papua, ujar Jaksa Agung Basrib Arif, sebenarnya instruksi kita tak demikian bahwa itu yang penting unsur-unsur delik itu bisa terpenuhi.“Kalau seandainya ada istilah ATM aparat penegak hukum kalau memang itu ada kebenaran saya juga dilaporkan ini dalam rangka pembenahan baik aparatur maupun administrasi di dalamnya atau kita akan lakukan pembenahan terus jangan kita memberantas korupsi, ternyata di dalam kita tak bisa melakukan pembenahan,”ujar Jaksa Agung.Berkaitan dengan masalah pemeriksaan pejabat harus izin Presiden, kata Jaksa Agung, dengan putusan Mahkamah Konstitusi menyangkut izin Presiden dalam hal pemeriksan pejabat negara tak diperlukan lagi, kecuali untuk melakukan penahanan.“Jadi tak ada hambatan, untuk itu dari sekarang ini kita tak perlu memintakan izin kepada Presiden untuk memeriksa para pejabat, seperti Kepala Daerah,” ujarnya.Deputi Ketua UKP4 Mas Ahmad Santosa mengatakan, pihaknya melihat ada empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberantasan korupsi. Pertama, ketrampilan hukum. Kedua, koordinasi. Ketiga, intregritas. Keempat, komplimentasi. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi penegak hukum bisa diatasi kalau ada kebersamaan. [Bintang Papua] KPK SELIDIKI 7 DUGAAN KORUPSI DANA OTSUS PAPUA HerawatiSenin, 13 Mei 2013 − 12:08 WIBDok.Okezone Sindonews – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengungkapkan lebih dari tujuh kasus korupsi penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang terjadi di Papua saat ini diselidiki dan dibidik KPK. "Ada sekitar tujuh sampai sepuluh kasus korupsi yang saat ini kami tangani terkait dengan penggunaan dana Otsus," jelas Abraham yang ditemui disela – sela acara Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi yang berlangsung pagi tadi Senin (13/5/2013) di Hotel Travellers – Sentani – Kabupaten Jayapura.Menurutnya saat ini laporan – laporan yang masuk ke KPK tentang tindak pidana kasus korupsi di Papua sudah diinvestigasi."Kalau misalnya memenuhi bukti yang cukup. Maka kita akan melakukan konsolidasi, koordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan," tegasnya.Ditegaskan Abraham, pemberantasan kasus di Tanah Papua harus digalakkan dengan melibatkan institusi penegakkan hukum lainnya. Jika tidak, maka penyelidikan oleh KPK pasti akan terganggu. PENGUSUTAN DUGAAN KORUPSI DANA WISATA ROHANI TELUK WONDAMA Oleh : Hendrik Akbar Wasior : Komunitas Adat Masyarakat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) region Wondama mendesak Polres Wondama untuk mengusut laporan mereka terkait indikasi dugaan korupsi anggaran perjalanan wisata rohani di Pemerintahan Kabupaten Teluk Wondama tahun anggaran 2010 sebesar Rp 3 Miliar.Kordinator KAMPAK Region Wondama, Apollos Korowam, kepada pewarta KabarIndonesia, Sabtu (27/4), mengatakan bahwa Polres Wondama harus secepatnya menindaklanjuti dugaan korupsi tersebut yang sudah dilaporkan sejak tahun 2011 yang lalu. Pasalnya, hingga saat ini laporan tersebut belum juga ditindaklanjuti.Kata dia, dugaan korupsi dana wisata rohani senilai Rp 3 Miliar itu sudah dua kali dilaporkan ke Polres Wondama. Laporan tersebut dilaporkan kepada dua pejabat Kapolres Wondama yang berbeda.“Sudah dua kali kita masukkan laporan tersebut. Kepada Kapolres yang lama kita laporkan namun belum di tindaklanjuti, dan kembali dilaporkan ke Polres Wondama kepada jabatan Kapolres saat ini. Namun belum juga di tindaklanjuti,” ujarnya.Untuk diketahui, KAMPAK region Wondama melaporkan dugaan korupsi dana wisata rohani karena dalam temuan mereka, wisata rohani itu tidak pernah dilakukan. Penggunaan anggaran yang tertera dalam DIPA dan termuat dalam SP2D tahun 2010 adalah perjalanan Wisata Rohani. Namun ternyata, uang tersebut tidak digunakan sebagaimana yang dicantumkan dalam DIPA.“Tidak digunakan semestinya. Kami mendatangi pihak imigrasi untuk menanyakan pengurusan paspor. justru pihak imigrasi mengatakan tidak ada paspor yang dimaksud,” ujarnya.Kata dia, dalam DIPA juga tertera dana sekitar Rp 75 juta yang diperuntukkan bagi pembuatan paspor di Jakarta. Inilah tambahan daftar pertanyaan KAMPAK region Wondama. “Mengapa harus urus paspord di Jakarta? Apa tujuan hadirnya imigrasi di daerah ini?” ujarnya.Dari hasil identifikasi KAMPAK lanjut Apollos, pemerintah mengatakan uang tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan masyarakat pada saat banjir windesi dan banjir bandang wasior. Namun kata Apo, bukti dari penggunaan anggaran tersebut tidak ada.“Kita sudah tanya dan kata pemerintah anggaran tersebut di gunakan untuk kebutuhan sosial bagi bencana banjir. Katanya, anggaran Rp 1 Miliar lebih ditarik sekitar tanggal 6 Juli 2010 untuk membiayai musibah banjir di Windesi. Selanjutnya uang tersebut ditarik senilai Rp 1,5 Miliar lebih pada tanggal 5 oktober 2010 dengan kepentingan masyarakat korban banjir bandang Wasior,” ujarnya seraya mengatakan, uang tersebut sudah digunakan di luar mekanisme penggunaan anggaran. Padahal dana Bansos itu pasti ada di setiap daerah. SEKDA KABUPATEN BOVEN DIGOEL DIPANGGIL KEJAGUNG RI Tanah Merah : Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta, 19 Maret 2013 lalu melayangkan Surat Panggilan kepada Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Kabupaten Boven Digoel Papua, John Edward SE. Pensiunan PNS per 1 April 2012 yang masih menjabat Plt Sekda Boven Digoel itu dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Kas Daerah Kabupaten Boven Digoel periode tahun 2007 s/d tahun 2011. Surat Panggilan Kejagung RI tersebut bernomor B.663/F.2/Fd.1/03/2013 dan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan selaku Penyidik, M. Adi Toegarisman, SH, MH dan tembusannya diberikan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan Jaksa Agung Muda Pengawasan.Bersama John Edward, ikut dipanggil pula Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Boven Digoel. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disebutkan merupakan lahan subur tempat korupsi berkembangbiak di Boven Digoel.Sebuah sumber terpercaya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel mengatakan, Korupsi di Boven Digoel dilakukan secara terorganisir dan dikendalikan langsung oleh Bupati Non Aktif Yusak Yaluwo dari balik terali besi LP Cipinang.Sebagaimana diketahui, Yusak Yaluwo tetap dengan leluasa mengendalikan pemerintahan dari balik terali besi LP Cipinang dengan memanfaatkan posisinya sebagai Bupati Non Aktif dan “Posisi Istimewa” sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Boven Digoel.*** GUBERNUR MINTA DANA OTSUS DIAUDIT Jayapura : Gubernur Papua terpilih Lukas Enembe meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit penggunaan dana otonomi khusus (otsus) selama ini. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan juga turun tangan untuk menyelidiki kemungkinan penyelewengan dana otsus.“Setelah dilantik saya meminta BPK dan KPK segera turun ke Papua untuk melakukan audit dana Otsus Papua. Saya mau pemerintahan saya nanti bersih,” katanya kepada wartawan di Jayapura, Rabu (20/3).Lukas Enembe dan pasangaannya Klemen Tinal terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua periode 2013-2018. Data yang ada menunjukkan sejak 2002 hingga 2012, Provinsi Papua telah menerima dana otsus Rp 28,413 triliun. Sedangkan Provinsi Papua Barat, sejak 2009 hingga 2012, menerima dana otsus Rp 5,269 triliun. Selain itu, masih ada dana tambahan infrastruktur untuk Provinsi Papua Rp 2,501 triliun dan Papua Barat Rp 2,298 triliun.Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinusy, dalam siaran pers yang diterima wartawan Suara Pembaruan di Papua, Kamis (21/3) pagi, menyebutkan evaluasi terhadap pelaksanaan otsus harus disampaikan kepada rakyat, baik secara langsung maupun melalui lembaga parlemen, yaknui DPR Papua, DPR Papua Barat, dan DPRD kabupaten/kota, serta organisasi masyarakat sipil, lembaga keagamaan, dan Dewan Adat Papua.“Rakyat Papua sendiri yang memiliki hak dan tanggung jawab untuk bersama pemerintah danstakeholder lainnya, melakukan evaluasi atas pemberlakuan kebijakan otonomi khusus tersebut. Selama ini otonomi khusus dinilai gagal dan tidak menjawab persoalan ketimpangan sosial dan kesejahteraan rakyat Papua,” tegasnya.*** BERKAS KASUS KORUPSI RASKIN DILIMPAHKAN KE KEJARI Serui : Polres Kepulauan Yepen melimpahkan berkas perkara beras miskin (raskin) bersama barang bukti dan tersangka kepada Kejaksaan Negeri Serui dan telah menjadi wewenang Kejaksaan Negeri yang selanjutnya akan dibuatkan lampiran dakwaan untuk di selanjutnya di limpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Serui Abraham Sahartian,SH ketika di konfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanyaa Kamis (11/4) kemarin.Dirinya membenarkan telah menerima pelimpahan berkas perkara raskin bersama barang bukti dan tersangka masing-masing mantan Kepala Distrik Yapen Selatan, Maklon Waru, Kepala Distrik Rainbawi Yubelina Waroropui ,S.sos dan mantan Kepala Distrik Angkaisera, Yoseph Sineri serta mantan Kepala Distrik Kosiwo Jonas Woriori (alm) yang telah meninggal dunia sebelum kasus ini dilimpahkan berkasnya.“Hanya tiga berkas yang di terima berupa barang bukti uang tunai sebesar Rp. 43 juta dari hasil pelelangan beras raskin yang dilakukan,” ujanrnya.Menurut Abraham Sahertian,SH dalam perkara dugaan tindak pidana raskin yang diproses sejak tahun 2010 sebanyak 480 sak dan oleh penyidik polri dilelang dengan menghasilkan uang senilai Rp.43.767.000 dan telah diserahkan penyidik polres Kepulauan Yapen kepada Jaksa penuntut umum, untuk dijadikan barang bukti yang diterima pada tanggal 8 april 2013.“Dalam kasus ini dititipkan dengan nomor rekening khusus di bank BRI cabang Serui dan kepada tersangka di ancam dengan pasal 2 ayat 1 atau subsidernya pasal 3 UU RI No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor dengan ancaman minimal pasal 2 yakni 4 tahun atau seumur hidup dan pasal 3 dengan ancaman minimal 1 tahun dan minimal 20 tahun,” ujarnya. Lanjut kepala Kejaksaan Negeri Serui Abraham Sahartian menjelaskan berkas tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksan Negeri Serui akan ditangani secara profesional sesuai dengan amanat UU Tipikor dan tuntutan masyarakat terhadap penegakan supermasi hukum.“Diharapkan masyarakat untuk pro aktif proses persidangan tindak pidana korupsi sampai kepada memperoleh keputusan tetap di pengadilan negeri serui.”terangnya MAHASISWA YAHUKIMO TUDING BUPATI GELAPKAN DANA PENDIDIKAN Jayapura : Mahasiswa asal kabupaten Yahukimo menuding bupati Yahukimo, Ones Pahabol menggelapkan sebagian dana pendidikan yang dianggarkan kepada mahasiswa dari kabupaten itu.Anes Salak, anggota Komunitas Pelajar dan Mahasiswa Yahukimo (KPMY) Jayapura kepada wartawan mengatakan, dana yang dianggarkan untuk mahasiswa sebanyak Rp 12 miliar sesuai keputusan sidang paripurna DPRD, tetapi hanya Rp 7 miliar saja yang diserahkan kepada mahasiswa.“Di Jayapura sekitar 1000-an mahasiwa hanya disediakan Rp 12 miliar. Dana sebanyak Rp 12 miliar itu harus benar-benar untuk mahasiswa. Mahasiswa S2 Rp 3 juta dan satu juta untuk mahasiswa S1,” kata Anes kepada wartawan di Abepura, Kota Jayapura, Senin (25/3) siang.Namun demikian, lanjut dia, masih banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan jatah. Hingga berita ini ditulis, Bupati Yahukimo, Ones Pahabol belum dikonfirmasi terkait kebenaran informasi tersebut.Dalam press rilis yang diterima media ini Senin(25/3) siang dari KPMY dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (BEM FH Uncen) di Abepura menyebutkan, hingga kini situasi pendidikan di wilayah pedalaman kabupaten ini masih sangat parah. Mirisnya, para murid masih kekuarangan guru, malah tidak ada sama sekali karena guru ‘beramai-rama’ ke kota dan sibuk pada urusan lain.Selain itu, sejumlah guru juga masih tamatan SMA dan setara SMA, bukan lulusan sarjana. Tak hanya itu, para murid pun terpaksa mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan duduk di lantai akibat minimnya sarana dan prasarana penunjang pendidikan. (Jubi/Timoteus Marten).TabloidJubi KRONOLOGIS DEPOSIT DANA OTSUS DI PEMPROV PAPUA Jayapura, IKPNews : Di tahun 2012 lalu, Papua pernah dihebohkan dengan kabar deposit dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Meski media massa sempat memberitakan hal itu, namun dalam pemberitaannya, media hanya memuat seputar tanggapan pejabat, tanpa dibarengi kronologis dan data berapa bunga dari deposit dana itu. Dari data yang didapat tabloidjubi, diketahui jika Pemprov Papua mengelolah dana Otsus, porsi dua persen DAU Nasional dan dana tambahan infrastruktur di Bank Papua dengan menggunakan nomor rekening 21.10.02.00999.9. Ditahun Anggaran (TA) 2008 lalu, investasi jangka pendek dana Otsus dalam bentuk deposito, Pemprov Papua mendapatkan dana Otsus sebesar Rp. 3.920.142.897.000,00 Mutasi debet dan kredit pada rekening dana Otsus tercatat tanggal 15/9/2008 terjadi transaksi debet atas nomor rekening No 21.10.02.00999.9 sebesar Rp. 1.250.000.000.000,00 yang dipindahkan ke rekening DAU dengan nomor rekening 21.10.02.06577.6. Dana tersebut kemudian dipindahkan kerekening ad hoc Nomor 154.00.0743069-1 pada Bank Mandiri Jayapura. Pemindahan dilakukan berdasarkan surat Gubernur Papua Nomor 900/882 tanggal 11 September 2008 yang memerintahkan pemindah bukuan dana dari rekening DAU nomor 21.10.02.06577.6. ke rekening ad hoc Nomor 154.00.0743069-1 pada Bank Mandiri Jayapura. Tidak ada perintah pemindahbukuan dari rekening dana otsus ke rekening DAU. Pendepositoan ini juga tidak dianggarkan dalam APBD Papua 2008. Penempatan deposito TA 2008 dengan nomor deposito AA 379012 mendapatkan bunga sebesar Rp9.246.575.342,46 dan Rp10.191.780.821,92 menambah pada rekening nomor 154.00.0743069-1 ( rekening ad hoc pada bank Mandiri). Tanggal 20/10/2008, bunga deposito dipindahbukukan sebagai pendapatan asli daerah (PAD) ke rekening 100 21.10.02.01080-1 a.n. Pemerintah Provinsi di Bank Papua berdasarkan surat Gubernur No 900/927 tanggal 20/10/08 dan surat Gubernur No 900/997 tgl 20/11/08. Tahun 2009, sisa dana Otsus di Bank Mandiri dengan nomor rekening 154.00.0743069-1 sebesar Rp. 250.000.000.000 ditempatkan ke deposito satu bulanan mulai 20/5/2009. Bunga deposito dipindahbukukan ke rekening nomor 154.00.0743069-1. Pada tanggal 23 November 2009 deposito tersebut jatuh tempo dan dipindahbukukan ke rekening Bank Mandiri dengan nomor rekening 154.00.0743069-1. Pada tanggal yang sama dipindahbukukan dari rekening Bank Mandiri 154.00.0743069-1, Rp100.000.000.000,00 ke rekening Kas Daerah DAU ke Bank Papua dengan nomor rekening 100 21.10.02.06577-6, sesuai Surat Gubernur November 2009. Sisa dana Otsus Papua pada Bank Mandiri dengan nomor rekening 154.00.0743069-1 sebesar Rp. 150.000.000.000,00 ditempatkan pada deposito satu bulan dengn bunga 10%, yang kemudian ke rekening dana Otsus sehingga saldo di rekening Bank Mandiri Rp.163.883.520.499,69. Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Papua menerima dana Otsus di Bank Papua pada rekening No 21.10.02.00999.9. Pada tanggal 28 Desember 2009 terjadi transaksi pengurangan rekening No21.10.02.00999.9 sebesar Rp350.000.000.000,00 ke dalam deposito bulanan Nomor Seri A.096107 dengan bunga 10% nomor rekening 100.24.2001.09181-4. Tanggal 22 Desember 2010 deposito jatuh tempo dan dicairkan ke rekening nomor 21.10.02.00999.9 sebesar Rp350.000.000.000,00 sesuai surat Gubernur Papua Nomor 900/4363/SET tanggal 22 Desember 2010 perihal Pencairan Deposito. Pembentukan dana cadangan menggunakan dana Otsus Papua setiap tahun sejak tahun 2006. Pemerintah Provinsi Papua menyisihkan sebagian dari DOK pada rekening Otsus Bank Papua dengan nomor rekening 21.10.02.00999.9, dengan rincian sebagai berikut: (1). 05390/BT/2006 tgl 29 Des 2006 Transfer ke Dana Cadangan Rp36.000.000.000. (2). 04087/BT/BTL-I/2007 tgl 18 Desember 2007 Pembentukan Dana Cadangan Rp164.000.000.000. (3). 00023/SP2D-LS/I/2009 tg; 12 Februari 2009 Pembentukan Dana Cadangan Rp100.000.000.000. (4). 00956/SP2D-LS/I/2009 tgl 12 Juni 2009 Pembentukan Dana Cadangan Rp100.000.000.000. (5). 3523/SP2D-LS/2010 TGL 29 September 2010 Pembentukan Dana Cadangan Rp100.000.000.000. Totalnya 500.000.000.000. Tahun 2010, Pemprov Papua mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pembentukan Dana Cadangan Pemerintah Provinsi Papua yang antara lain menyebutkan pembentukan dana cadangan dari dana Otsus. Perda tersebut tidak menyebutkan program dan kegiatan secara spesifik yang akan dilaksanakan menggunakan dana cadangan dan waktu pelaksanaan kegiatan.*** EMPAT KEPALA DISTRIK DI KABUPATEN YAPEN JADI TERSANGKA KORUPSI Jayapura : Polisi menetapkan empat kepala distrik di Kabupaten Yapen, Papua sebagai tersangka korupsi penjualan beras untuk warga miskin (raskin). Mereka adalah Kepala Distrik Kosiwo, Distrik Yapen Selatan, Distrik Raimbawi, dan Distrik Angkaisera. Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Setyo Budiyanto mengatakan keempat kepala distrik itu berencana menjual raskin di daerahnya ke Ambon lewat laut. Polisi dalam patrolinya di perairan Serui menemukan barang bukti sekitar 4800 karung beras raskin dengan berat masing-masing 15 kilogram. “Kemudian ternyata ada indikasi bahwa ya terjadi penyimpangan. Seharusnya beras itu untuk masyarakat-masyarakat yang ada di 4 distrik tersebut gitu. Tapi ternyata dengan alasan bahwa untuk biaya transportasi dan sebagainya malah dijual kepada orang-orang lain dan malah dikirm ke Ambon,” jelas Setyo Budiyanto. Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Papua Setyo Budiyanto menambahkan tersangka dijerat dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam hukuman dua puluh tahun penjara. Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 320 juta. Bebaskan Tanah Papua dari Cengkeraman Koruptor! Kasus Korupsi Dana Proyek Jaringan Listrik di Papua yang Dilakukan Oleh Usman Tamnge Jayapura, IKPNews : Seorang staf di Biro Pemerintahan Kampung Propinsi Papua bernama Usman Tamnge sedang menjalani pemeriksaan oleh Penyidik Polda Papua dengan dugaan tindak pidana korupsi “Penyalagunaan Dana Proyek Jaringan Listrik” yang merugikan negara milyaran rupiah.Kasus penyalagunaan dana proyek jaringan listrik di Provinsi Papua yang berimplikasi pada kerugian negara milyaran rupiah saat ini sedang ditangani oleh penyidik polda papua sehingga tersangka Usman Tamnge melalui Tim Suksesnya bernama Dadi Rahanyamtel yang saat ini telah melakukan pendekatan dengan saudaranya yang kebetulan menjabat sebagai Kasat Serse Bidang Ekonomi Polda Papua yakni AKBP Usman Difinubun untuk membayar sejumlah uang dengan pihak penyidik Polda Papua untuk dikeluarkannya SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara).Hal ini membuktikan ada keterlibatan Dadi Rahanyamtel untuk sengaja membantu dilakukannya kejahatan dengan melakukan penyalagunaan keuangan negara melalui Proyek APBD Provinsi Papua tahun anggaran 2012.Adapun penyalagunaan dana proyek jaringan listrik yang dilakukan oleh tersangka Usman Tamnge untuk membiayai sejumlah kegiatan sebagai berikut :1. Membiayai kegiatan Operasional Tim Suksesnya di lapangan selama 1 bulan sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).2. Membiayai kegiatan Muscab (Musyawah Cabang) Partai PDI-P Kota Tual Propinsi Maluku sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).3. Membiayai rekomendasi partai dari PDI-P Cabang Kota Tual sebagai kenderaan politiknya untuk maju sebagai Calon Walikota Tual.4. Memperkaya dirinya secara melawan hukum.Status Usman Tamnge yang awalnya sebagai saksi saat ini telah resmi ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Penyalagunaan Dana Proyek Jaringan Listrik yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2012 di Propinsi Papua.Sehingga hal ini patut agar mendapat pengawasan dan perhatian khusus dari jajaran Penegak Hukum di Papua, Majelis Rakyat Papua, Media Lokal Papua sebagai elemen kontrol dan peran Mahasiswa Papua agar bisa segera menindaklanjuti oknum pegawai pada Biro Pemerintahan Kampung Propinsi Papua atas nama Usman Tamnge agar uang rakyat papua yang disalurkan oleh Pemerintah RI melalui “Dana Otonomi Khusus” tidak disalagunakan oleh oknum pegawai yang tidak bertanggung jawab.Meskipun status Usman Tamnge telah ditetapkan oleh Penyidik Polda Papua sebagai tersangka penyalagunaan dana proyek jaringan listrik Provinsi Papua namun yang bersangkutan masih bebas menghirup udara segar dan masih berprofesi sebagai staf aktif di Biro Pemerintahan Kampung Propinsi Papua sehingga hal ini secara nyata telah mencoreng wajah penegakkan hukum yang sedang dibenahi. DISINYALIR KEPALA BPKAD BOVEN DIGOEL “TILEP” RP. 120 MILIAR Jayapura, PasificPost.Com – Disinyalir Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, RAH Kalalo “tilep” atau korupsi dana deposito sebesar Rp. 120 Miliar. Dugaan korupsi milyaran rupiah ini dilakukan oleh RAH Kalalo setelah dua bulan menjabat sebagai kepala BPKAD Pemkab Boven Digoel pada Mei 2011 lalu. Hal ini diungkap oleh mantan kepala BPKAD sebelumnya, Sefnath Wattimena kepada wartawan di Jayapura, Papua, Selasa. Wattimena menjelaskan dugaan korupsi Rp120 miliar oleh RAH Kalalo di BPKAD Pemkab Boven Digoel pada awal Mei 2011 lalu. “Saya serahkan jabatan kepala BKPAD lengkap dengan asetnya (dana) pada April 2011, dan dugaan korupsi Rp120 miliar RAH Kalalo terungkap pada Mei 2011. Yang mana telah terjadi pencairan dana deposito Pemkab Boven Digoel oleh kepala BPKAD yang baru,” kata Wattimena yang saat ini menjabat sebagai kepala dinas kependudukan dan tenaga kerja Pemkab Boven Digoel. Sebelumnya, lanjut Wattimena, RAH Kalalo telah memalsukan status kepangkatan/golonganya untuk menjadi pejabat disalah satu kabupaten wilayah selatan Papua itu dari pangkat IIIC menjadi pangkat IVA, Sehingga pada 2007 lalu, RAH Kalalo dilantik sebagai kepala BAPPEDA Pemkab Boven Digoel. “Nah sebelumnya RAH Kalalo telah memalsukan kepangkatan/golonganya untuk dapat jabatan di Pemkab Boven Digoel. Dan pada 2007 hasil temuan BPK RI di BAPPEDA Pemkab Boven Digoel terdapat kerugian negara sebesar Rp700 juta,” katanya. Lebih lanjut, Wattimena menjelaskan sepak terjang RAH Kalalo ini ternyata mendapat perhatian dari masyarakat Boven Digoel, yang ingin mencari tahu status kepangkatan/golongan RAH Kalalo sebelum menjadi pejabat didaerah tersebut. Keingintahuan masyarakat Boven Digoel inipun mendapat respon yang baik dari pemerintah pusat, sehingga pada 23 Mei 2011 lewat Inspektur Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI menjawab pengaduan masyarakat Boven Digoel. Dengan surat bernomor 4032/H/RHS/U/2012 yang ditujukan kepada Rektor Universitas Cenderawasih dan gubernur Papua perihal pengaduan masyarakat tentang adanya indikasi kuat pemalsuan dokumen pangkat/golongan dari IIIC ke IVA dan kasus korupsi yang dilakukan oleh RAH Kalalo. “RAH Kalalo telah memalsukan pangkat dan golonganya, buktinya daftar gaji per Juni 2012, pangkat dan golonganya masih IIIC, bukan IVA. Inikan namanya rancu. Sedangkan dalam Skep gubernur Papua pada April 2011 lalu, pangkat/golongan RAH Kalalo adalah IVA sebagai kepala BPKAD Pemkab Boven Digoel,” katanya. Wattimena juga mengakui bahwa dia pernah diperiksa penyidik Polda Papua terkait tuduhan yang sama oleh RAH Kalalo. Sementara itu, RAH Kalalo tidak bisa konfrimasi Pasific Pos terkait tuduhan ini karena telepon selulernya tidak aktif. Dari informasi yang didapatkan Pasific Pos, RAH Kalalo sebelumnya adalah salah satu dosen di Perguruan Tinggi terkemuka di Papua dengan pangkat/golongan III/C. Kemudian pada 2007 dilantik sebagai kepala Bappeda Pemkab Boven Digoel, yang selanjutnya pada 15 April 2011 sesuai dengan surat keputusan Gubernur Papua yang saat itu masih dijabat oleh Barnabas Suebu, RAH Kalalo dilantik sebagai kepala BPKAD Pemkab Boven Digoel hingga sekarang dengan pangkat/golongan IV/A. (Laporan : Alvius – PasificPost.Com BPK TEMUKAN KORUPSI DANA OTSUS PAPUA RP 319,7 MILIAR TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi penyimpangan dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp 4,2 triliun. Penyimpangan itu dipastikan telah merugikan negara Rp 319,7 miliar. “Kami haqul yakin,” ujar Anggota BPK, Rizal Jalil, saat memaparkan hasil audit dana Otsus di hadapan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, Kamis 21 April 2011. Audit ini dilakukan BPK terhadap dana Otonomi Khusus yang digelontorkan sejak 2002-2010 senilai Rp 28,8 triliun. Sebelumnya, audit BPK terhadap dana Otsus Papua 2002-2009 sebesar Rp 1,4 triliun menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 200 miliyar. Menurut Rizal, angka kerugian negara ini masih mungkin bertambah. Alasannya, terdapat pertanggungjawaban pengeluaran sebesar Rp 566,3 milyar yang tak didukung dengan bukti lengkap dan valid. “Ini berpotensi menjadi kerugian negara,” ujarnya. Kerugian negara ini,lanjutnya , sebagian besar didasarkan pada anggaran 2009 dan 2010. “Ini masih fresh,” tuturnya yang didampingi Ketua Tim Pengawas Dana Otsus Papua dan Aceh DPR Priyo Budi Santoso. FADEL MUHAMMAD JADI TERSANGKA KORUPSI LAGI Jakarta – Penyidikan perkara pada kasus dugaan korupsi penyalahgunaan APBD 2001 dengan tersangka eks Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad kembali dibuka oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Dengan demikian, status hukum bekas menteri Kelautan ini kembali menjadi tersangka. Padahal, sebelumnya, penyidik sempat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus ini. Kepala Seksi penerangan Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Mulyadi, menjelaskan alasan pihaknya membuka kembali kasus ini dikarenakan SP3 yang pernah dikeluarkan oleh Kejati Gorontalo, sudah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Kota Gorontalo. “Dengan dibatalkannya keputusan SP3 ini, maka kami berkewajiban untuk membuka kembali kasus tersebut, dengan status pak Fadel,” jelasnya. Sementara itu, sebagai bentuk tindak lanjut atas putusan pengadilan tersebut, saat ini pihak Kejati mengaku akan segera menggelar ekspose atas perkembangan perkara tersebut. Mulyadi juga bilang, pihaknya akan kembali memeriksa sejumlah saksi yang terkait dalam kasus ini. Nah, bila nantinya sudah cukup bukti, maka pihaknya akan melimpahkan kasus ini ke Pengadilan. Terkait dengan kabar ini, Fadel menampik kabar tersebut. Menurut mantan Gubernur Gorontalo dirinya sudah mengkonfirmasi hal tersebut sudah dikonfirmasikan kepada pihak Kejati, dan menurutnya pihak Kejati bilang hal tersebut tidak benar. “Itu kan perkara 11 tahun lalu, dan sudah ada putusan hukum tetapnya, dalam putusan itu saudara Amir Piola Isa (Ketua DPRD Gorontalo) sudah masuk penjara dan sudah keluar lagi, masa sdh 11 tahun saya dijadikan lagi tersangka,” jelas Fadel. Menurut Fadel, yang bertanggungjawab dalam perkara ini adalah pihak DPRD, bukan dirinya. Asal tahu saja, kasus ini bermula dari keputusan bersama antara Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad dengan Ketua DPRD Goronyalo Amir Piola Isa. Keputusan itu menyatakan dana sisa lebih penggunaan anggaran provinsi Gorontalo 2001 sebesar Rp 5,4 miliar dibagi-bagikan kepada 45 anggota DPRD Gorontalo. Seharusnya uang tersebut dikembalikan ke kas negara. Amir Piola telah dijatuhi hukuman selama 1,5 tahun penjara. Kamis, 14 Maret 2013 - 18:16:30 WIB MAKI-WPTP : KPK HARUS SELIDIKI DUGAAN KORUPSI DANA OTSUS PAPUA KATEGORI: Baca Juga:Detius Yoman Rekomendasikan Pelapor Khusus PBB Desak Pemerintah Akui Hak-hak Masyarakat AdatPartai Demokrat Siap-siap Memilih Ketum Baru, Ini KriterianyaFITRA: Proses Lelang Distribusi & Penggandaan Materi UN Ada Keanehan Tiket Konser Super Band Aerosmith Laris Manis MAKI-WPTP.Com, Papua: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dana Otonomi Khusus Papua yang mencapai Rp.1 Trilun lebih. Desakan tersebut datang dari Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Papua, Kamis (18/10). Koordinator Umum LSM KAMPAK Papua, Dorus Wakum, mengatakan dugaan korupsi tersebut dilakukan mantan Gubernur Papua, BS dan Kepala Bandan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Papua, AH. Menurut Dorus, korupsi yang dilakukan menggunakan Modus Operasi Deposito dan Penarikan Bunga Bank pada Bank Mandiri Cabang Utama Jayapura dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua Cabang Utama Jayapura.Dana Otonomi Khusus bagi Papua dan Papua Barat itu seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur. Lanjut Dorus, mmang rakyat Papua sengaja dimiskinkan oleh pemimpin pemerintahan daerah Provinsi Papua dan Papua Barat. Kebohongan dengan menggunakan Undang-Undang dan peraturan pemerintah sebagai referensi hukum yang ampuh. Dorus kemudian mengajak seluruh elemen yang ada di tanah Papua, seperti tokoh agama, LSM, Ormas, DAP dan mahasiswa untuk melakukan perlawanan atas tindak pidana korupsi di tanah Papua. Laporan Kasus Korupsi Di Papua Ke KPK Masih Ditelaah 27-05-2013 15:44:17, Berita Harian, Oleh: Aris Balubun, Dibaca: 92 Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad membenarkan pernah menerima pengaduan masyarakat terkait dugaan kasus korupsi di Papua, namun dokumen tersebut masih dalam proses penelaah di Devisi Humas KPK RI. Dalam keterangan persnya kepada wartawan di Sukabumi Jawa Barat sabtu kemarin mengatakan pihaknya melalui divisi pengaduan masyarakat masih melakukan penelaah terkait laporan masyarakat Papua tersebut. Namun sangat disayangkan Ketua KPK ini tidak menjelaskan secara detail telaah seperti apa yang dilakukan Lembaga Anti Korupsi ini. Sesuai data yang diperoleh Top TV sudah 3 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan ke KPK diantaranya kasus korupsi yang bersumber dari dana Otsus Papua tahun 2000 yang dilaporkan Wakil Ketua DPR Papua. Ada juga satu kasus dugaan korupsi yang dilaporkan LSM Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi atau KAMPAK, terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan mantan Gubernur Papua Barnabas Webu. Selain itu ada juga kasus korupsi yang dilaporkan Laskar Anti Korupsi wilayah Papua dan Papua Barat terkait dugaan tindak pidana korupsi dana otsus 100 milyar rupiah tahun 2001 yang dilakukan Bupati Sorong Stevanus Malak. Sehingga diharapkan Lembaga Anti Korupsi lebih terbuka lagi kepada public dalam memberantas tindak pidana korupsi di Tanah Papua Masyarakat Anti Korupsi Pertanyakan Dana Otsus Papua Biak (ANTARA News) - Koalisi masyarakat anti korupsi Kabupaten Biak Numfor, mempertanyakan penggunaan dana pengawasan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dialokasikan DPRD setempat sebesar Rp8,4 Miliar serta mendesak penyidik kejaksaan Biak agar mengusut tuntas dugaan penyalagunaan dana tersebut. Tim advokasi dan investigasi anti korupsi dewan adat Biak Warner Baransano di Biak,Jumat, mengatakan, alokasi dana pengawasan Otsus Rp8,4 M di DPRD Biak bertentangan dengan PP No 21 tahun 2007 sehingga aparat penegak hukum kejaksaan,kepolisian dan KPK segera mengusut tuntas dugaan penyalagunaan uang negara di lembaga DPRD. "Selaku warga masyarakat saya mempertanyakan alasan pengalokasian dana pengawasan Otsus Papua di DPRD dengan jumlah anggarannya mencapai miliran rupiah," ujar Warner Baransano. Dia mengakui, dana Otsus Papua yang diberikan pemerintah pusat harus dimanfaatkan sesuai tujuan guna menjawab berbagai kebutuhan masyarakat di kampung-kampung Kondisi masyarakat di kampung, lanjut Warner, belum beranjak dari jurang kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan sehingga dibutuhkan anggaran yang memadai untuk mengatasi masalah tersebut namun ternyata dana Otsus itu diduga salah sasaran, bukannya untuk rakyat tetapi diberikan kepada DPRD setempat. Temuan tim advokasi masyarakat anti korupsi dan hasil analisis penggunaan dana APBD Biak, lanjut Warner, telah mengindikasikan terjadinya duplikasi penggunaan dana pengawasan Otsus Papua dengan anggaran operasional pimpinan dewan. "Saya harapkan aparat penegak hukum kejaksaan,kepolisian dan KPK segera mengusut tuntas pemanfaatan dana pengawasan Otsus di lembaga DPRD," ungkap Warner Baransano menyikapi berbagai dugaan penyimpangan kasus korupsi di Biak dan Supiori. Ketua LSM Fiaduru Yahya Marandof meminta jajaran penyidik kejaksaan,kepolisian dan KPK segera melakukan pengusutan terhadap berbagai dugaan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di kabupaten Biak Numfor dan Supiori. Ketua DPRD Biak Nehemia Wospakrik SE hingga saat ini belum dapat memberikan tanggapan terhadap sorotan kelompok masyarakat anti korupsi yang mempertanyakan dana pengawasan Otsus Papua mencapai miliaran rupiah.(M039/K004) Kepala BPKAD Papua Siap Digantung Bila Korupsi Kamis, 25 Oktober 2012 | 7:14 Ilustrasi anti korupsi. [Google] [JAYAPURA] Mengikuti niat Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum yang bersedia digantung di Tugu Monas jika terbukti korupsi, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua Dr. Achmad Hatari, SE, M.Si, pun mengaku siap digantung dan ditembak mati apabila terbukti melakukan tindak pidana korupsi. “Saya siap digantung dan ditembak mati bila saya melakukan korupsi,” kata Hatari dengan nada yakin kepada wartawan di Gedung Negara Dok V Jayapura, Rabu (24/10) siang. Dugaan korupsi dana Otsus mencapai Rp 4, 1 triliun lebih yang dialamatkan kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua DR. Achmad Hatari, SE, MSi, akan ditindaklanjuti jajaran Polda Papua. Kapolda Papua Irjen Pol Drs M Tito Karnavian, MA telah merencanakan menggelar perkara kasus dugaan korupsi dana Otsus senilai Rp 4 triliun lebih yang diduga melibatkan Kepala BPKAD Papua DR. Achmad Hatary, SE, MSi. Selama kurun waktu 2008-2012 terjadi korupsi dana Otsus yang diduga dilakukan Kepala BPKAD Papua DR. Achmad Hatary, SE,MSi berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Otsus 2002-2010 adalah sebesar Rp 4.112.236.415.666,15 (4, 1 triliun lebih). Hal ini sebagaimana laporan Ketua Forum Pegawai Negeri Sipil (FPNS) Papua Ruben PS. Marey, S.Sos,M.Si dan Ketua Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Rakyat (KMP3R) Kaleb Woisiri kepada Kapolda Papua di Mabes Polda Papua, Jayapura, Selasa (16/10) lalu. Ruben PS. Marey menandaskan, pihaknya dalam menuntaskan penggunaan dana Otsus Rp 4 triliun lebih ini membutuhkan persiapan-persiapan yang matang di dalam rangka menyelesaikan kasus ini. “Ini menyangkut momentum juga, tak semua harus kita selesaikan menurut maunya kita. Tapi pihak penyidik Polri membutuhkan persiapan,” ujarnya. Tapi, kata dia, menyangkut penyelesaian kasus ini pihaknya melihat Kapolda sangat serius. Tapi bila bicara sistem hukum di Indonesia menjadi kewenangan, ada ruang kewenangan pusat dan ada ruang kewenangan daerah. Karena itu, sekarang kalau menyangkut masalah hukum, maka itu adalah kewenangan pemerintah pusat yang harus diminta restunya dan sebagainya berkaitan penerapan UU yang bersangkutan. “Gendang telah ditabu dan perang berjalan. Kita tunggu prosesnya,” kata dia. Dia mengatakan, laporan kasus dugaan korupsi Hatari belum diserahkan, karena butuh momentum yang tepat untuk menyerahkan. “Ini bukan kasus main-main, tapi kasus yang sangat besar menyangkut hajat hidup orang banyak, yang harus kita berikan pertimbangannya,” ujarnya. Sementara itu, Juru Bicara Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) Amiruudin kepada SP mengatakan, siapapun bersalah dalam konteks hukum harus diproses. “Siapa pun dia bila bersalah dalam konteks hukum harus diproses. Apalagi menyangkut kasus-kasus korupsi di Papua,”ujarnya singkat. Penyimpangan Dana Otsus Papua Capai 281 Milliar Rupiah Foto: ASSOCIATED PRESS Sebuah pasar tradisional di Jayapura, provinsi Papua (foto: dok). Meski telah diterapkan kebijakan Otsus bagi Papua dan Papua barat, namun sekitar 70 persen masyarakat Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif pada tahun 2011 terkait dana otonomi khusus (otsus) di Papua dan Papua Barat. Hasilnya, BPK menemukan 218 kasus penyimpangan yang menyebabkan kerugian daerah. Nilainya menurut Wakil Ketua BPK Hasan Basri mencapai lebih dari 281 milliar rupiah. Penyimpangan dana otonomi khusus terjadi di antaranya akibat lemahnya administrasi, pemborosan dan ketidakefektifan penggunaan anggaran. Meski demikian BPK belum menyimpulkan ada kejahatan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan dana otsus tersebut. “Antara lain misalnya pemahalan atau mark up dalam pengadaan tenaga listrik, tenaga surya. Kemudian diprovinsi Papua juga terdapat indikasi kelebihan pembayaran atas pembayaran detail engineering desain, PLTA Sungai Urumuka dan diantaranya ada yang diduga fiktif sekitar 9,67 milliar,” demikian pemaparan wakil ketua BPK Hasan Basri. Peneliti Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth mengatakan saat ini memang sumber daya manusia di Papua masih lemah tetapi hal itu menurut Adriana tidak dapat dijadikan alasan atas terjadinya penyimpangan anggaran dana otsus. ”Bahwa fakta sumber daya manusianya masih lemah iya. Tetapi penyimpangan itu tidak bisa ditolerir sebetulnya,” ungkap Adriana Elisabeth. “Karena otoritas itukan sudah diberikan penuh kepada pemerintah Papua untuk bisa mengelola daerah itu sesuai dengan Undang-undang, yang diberikan kemudian dengan gelontoran dana yang sangat besar. Jadi kalau itu salah satu kelemahan memang tetapi tetap saja tindakannya itu sendiri, penyalagunaan itu sendiri harus diberi hukuman juga, tidak bisa dimaklumi, itu menurut saya,” tambah peniliti Papua dari LIP Gubernur : Silahkan Usut 19/04/2011 – 16:10 Bogor, Kompas, 19 April 2011, hal.4 – Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi belum tahu persis temuan Badan Pemeriksa Keuangan menyangkut penyimpangan dana otonomi khusus 2002-2010 senilai Rp 4,12 triliun di Papua dan Papua Barat. Namun, ia mempersilakan untuk mengusut pejabat atau kepala daerah di Papua Barat, termasuk dirinya. ”Sudah kewajiban negara (mengusut itu), tidak boleh ada yang melawan itu. Hukum harus kita kedepankan. Ada yang ajukan izin untuk mengambil (memeriksa secara hukum), saya kasih. Saya sendiri juga siap (diperiksa). Malu sebagai prajurit, melanggar kehormatan seorang kesatria,” kata Abraham, Senin (18/4) di sela-sela Rapat Kerja Pemerintah di Istana Bogor. Total dana otsus yang disalurkan ke Papua dan Papua Barat tahun 2002-2010 mencapai Rp 28,84 triliun. Berdasarkan uji petik, dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun dan ditemukan penyimpangan Rp 4,12 triliun (Kompas, 18/4). Menurut Abraham, tidak ada masalah atas penggunaan dana otsus yang baru dijalankannya dalam dua tahun terakhir di Provinsi Papua Barat. Di tempat sama Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem menyatakan, secara spesifik tidak ada temuan BPK atas penggunaan dana otsus di Papua yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Bahkan pihaknya sudah mengklarifikasi temuan itu dan meluruskannya. ”Ada pekerjaannya (proyek) belum selesai, tetapi anggarannya ada yang 50 persen sudah selesai. Ada pekerjaan yang sudah selesai, tetapi anggaran belum selesai. Itu yang didapatkan sebagai temuan pemeriksaan BPK dan sudah kami klarifikasi, kami luruskan semuanya,” tuturnya. Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Felix Wanggai mengatakan, pemerintah pusat berkomitmen melanjutkan desentralisasi fiskal yang besar bagi Papua dan Papua Barat, baik melalui dana otsus maupun dana kementerian/lembaga. Dalam perkembangan terakhir, kata Felix, Presiden menilai pemanfaatan dana otsus tak efektif. Ketua Tim DPR untuk Pemantau Otonomi Khusus Papua dan Aceh Priyo Budi Santoso mengaku belum menerima secara resmi hasil audit BPK itu. Ia hanya diberi tahu anggota BPK, Rizal Djalil. Dikatakan Priyo, DPR akan mengundang Gubernur Papua dan Papua Barat. Sementara itu, Koordinator Program Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua Yusak Elisa Reba, dalam siaran persnya, meminta pemerintah lebih serius mengawasi pengelolaan dana otsus karena dana otsus hanya tersisa 10 tahun. Menurut Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Papua Achmad Rochani, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat belum siap menerima serta memanfaatkan dana otsus karena pemda dan satuan kerja perangkat daerah di bawahnya tidak memiliki rencana strategis pembangunan, khususnya upaya memberantas kemiskinan masyarakat asli Papua. Staf Ahli Gubernur Papua, Agus Sumule, mengatakan, tiap tahun BPK melakukan audit keuangan di Papua dan hasilnya langsung ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Papua. (THT/RWN/WHY/NWO) Penyimpangan dana otonomi khusus Papua Rp 4,3 triliun JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dana otonomi khusus (otsus) Papua tahun 2002-2010 mencapai Rp 4,3 triliun. Auditor negara menduga ada tindak pidana korupsi.Sebelumnya, DPR mengalokasikan dana otonomi khusus sebesar Rp 28,8 triliun untuk periode 2002-2010. Dana ini untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan. Namun, BPK hanya mengaudit penggunaan dana sebesar Rp 19 triliun saja. "Jumlah itu, kami haqul yakin mengarah pada kerugian negara," kata Penanggung Jawab Audit Wilayah Timur BPK Rizal Jamal, Kamis (21/4).Penyimpangan itu antara lain karena adanya dana yang didepositokan, dana untuk aktivitas fiktif seperti aktivitas detail engineering design (DED) PLTA Sungai Unumuka tahap ketiga dan kelebihan pembayaran kegiatan yang tidak sesuai ketentuan.Padahal seharusnya, dana itu digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Sesuai Undang-Unndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dana itu seharusnya tidak dialokasikan dalam bentuk deposito. "Boleh deposito, tapi harus ada laporan di anggaran (APBD)," ujar Rizal.Atas temuan tersebut, BPK mengusulkan, alokasi dana otsus diserahkan langsung pada kabupaten/kota tanpa harus melalui pemerintah provinsi. Indikasi itu dapat ditindaklanjuti dengan pelaporan pada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kalau diminta forensik, kami siap," tambahnya.
Posted on: Sat, 10 Aug 2013 12:03:32 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015