Ngrantes: Soal GLH (Griya Layak Huni) Saben hari mBokmase - TopicsExpress



          

Ngrantes: Soal GLH (Griya Layak Huni) Saben hari mBokmase Sroepijah jengkel mikirin duit hibah dari UN (United Nation) Habitat yang digrujugkan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Solo lebih dari tiga tahun lalu. Pasalnya, duit dari lembaga PBB enthu ndak tahunya dana 9 miliar lebih enthu, bukannya disilihkan ke rakyat miskin untuk merenopasi rumah dan mendririkan, diduga kalangan dewan, ada yang ndak beres. Padahal, etikad digelontorkannya dana hibah bersyarat enthu dari UN Habitat sewaktu Walikota Solo dijabat Pak Jokowi, agar wong mlarat ndek Solo rumahnya bertambah bagus. Gedegnya bisa diganti dengan batako diplester semen. Duitnya pinjam ke bank dengan garansi duit dari UN Habitat yang dihibahkan enthu. Mangkanya, digerojogkanlah dana yang ndak kecil itu. Seharusnya, duit gelontoran dari UN Habitat dan juga fasilitas lain bagi pengelola untuk studi banding ke Aprika, yang digrujukkan oleh lembaga sakndonyo Perserikatan Babu-Babu ech keliru Perserikatan Bangsa-Bangsa alias PBB, tujuannya agar pengelolaannya sesuai aturan dan tujuan awal: rumah wong mlarat tambah bagus. Menurut mBokmase Sroepijah, ndak tahunya malah kisruh berkepanjangan. Sedang kejaksaan juga tidak berupaya menelusuri ketidak-jelasan bantuan UN Habitat. Padahal BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) udah mengaudit lama tuh. "Katanya pendirian BLUD (Badan Layanan Umum daerah) sewaktu belum diberi dana dibentuk tidak sepengetahuan dewan. Weh thiek ngeram tenan khie. Koq bisa-bisanya dewan dilangkahi? Njhut kenapa setelah nyaris ampat tahun dana hibah bersyarat yang mestinya digulirkan tidak disalurkan ke rakyat miskin? Ada apa sakjannya," ujar mBokmase. Kabarnya ICW dan Transparansi Internasional Indonesia juga jengkel dan mau turun ke Oslo mau menelisik kebenaran faktual dana GLH. Kojur kalau ketahuan, bisa tercoreng muka dan nama rakyat Solo. ===== :( :( :( :( :( ===== Sebagian Dana UN Habitat 9 M, Dibelikan Tanah Solo, Tribun Jateng Dana hibah bergulir dari United Nation (UN) Habitat sebesar Rp.9 miliar, yang seharusnya digunakan untuk merenovasi rumah warga tidak mampu, ternyata sebagian dana dibelikan tanah di Mojosongo. Anehnya, tanah yang dibeli menggunakan dana BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) UN Habitat tersebut diatasnamakan pihak ketiga. Seharusnya, dana sebesar itu bila dibelikan tanah harus diatasnamakan Pemkot (Pemerintah Kota) Solo, bukan pada pihak ketiga. Dalam pembahasan kemarin hari, ujar Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Umar Hasyim, pengelola bersikukuh pembelian tanah diatasnamakan pihak ketiga tidak menjadi masalah. “Keterangan dari BLUD GLH tanah itu ternyata dibeli dan bukan diatasnamakan pemkot, tetapi kepada pihak ketiga. Persoalan ini sudah sesuai atau tidak kami belum tahu karena kemarin waktu untuk membahas GLH ternyata waktu tidak cukup. Nanti ada pertemuan lagi khusus membahas GLH,” tandas Umar Hasyim saat ditemui wartawan di DPRD Solo, Rabu (17/7). Umar menuturkan pihaknya masih menunggu keterangan dari BLUD GLH ihwal bukti kerja sama antara pemkot dengan pihak ketiga. Hal itu dilakukan untuk memastikan keabsahan kerja sama tersebut. Selain itu, laporan yang menyatakan target pencapaian BLUD GLH telah mencapai 80 persen, menurut Umar pantas diklarifikasi. “Pasalnya dana hibah senilai Rp.9 miliar dalam perjanjian bakal diberikan pada Pemkot Solo bila realisasi penyerapan telah mencapai 80 persen sampai Juni 2014,” katanya. Selain itu, ujar Umar Hasyim menambahkan, usulan agar GLH juga akan digunakan untuk program relokasi. Hanya saja, tanya Umar, apakah dalam aturan MoU penggunaan dana tidak menyalahi aturan. Apalagi kalau hanya bertujuan untuk mengejar target pencapaian. “Ini perlu dipikirkan bagaimana caranya agar target itu bisa tercapai tanpa melanggar aturan. Memang ada usulan GLH ini untuk program relokasi. Kalau tidak melanggar aturan ya tidak masalah,” ungkapnya. Lebih lanjut, Umar menegaskan meski memiliki kewenangan mengelola dana dari UN Habitat, Pengelolaan BLUD GLH tak bisa lepas dari pemkot. “Memang benar itu mengelola dana dari pihak lain. Tetapi perlu diingat BLUD GLH itu bagian dari pemkot, jadi ya perlu dibenarkan. Aturan-aturan yang ada di pemkot jangan diabaikan,” urai dia. Kepala BLUD GLH, FX Sarwono, mengungkapkan tanah yang diatasnamakan ke pihak ketiga yakni tanah di Mojosongo dibeli dengan dana senilai Rp1,4 miliar. Hanya saja, hingga kini pihaknya belum memiliki rencana mengembangkan tanah tersebut menjadi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dia menegaskan selama ini BLUD GLH dan UN Habitat tak ada persoalan. “BLUD GLH dan UN Habitat tidak masalah itu. Saya juga tidak tahu sebenarnya yang dipersoalkan apa,” urai dia. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Perlindungan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas P3A dan KB) Solo, Anung Indro Susanto, menguraikan guna mengejar target 80% perlu dilakukan percepatan penyaluran. “Ada sebuah usulan untuk percepatan itu salah satunya menggabungkan program BLUD GLH dengan relokasi warga bantaran [Sungai Bengawan Solo]. BLUD GLH itu ada syarat-sayrat, semoga saja ini memenuhi syarat,” jelasnya. Anung menegaskan penggabungan program BLUD GLH dengan relokasi tersebut tak menyimpang dari tujuan awal kerja sama dengan UN Habitat. Dia juga menuturkan pembelian tanah menggunakan duit UN Habitat tak menyimpang. “Pengadaan tanah itu juga menjadi bagian dari MoU. Jadi prosesnya pengadaan tanah kerja sama dengan pengembang, nanti pengembang membuat rumah yang layak dengan tipe bawah digunakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” papar dia. (courtesy Tribun Jateng | eddy j soetopo)
Posted on: Sun, 21 Jul 2013 11:39:39 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015