Pembersihan jenderal. Sepintas, asosiasi kalimat ringkas itu - TopicsExpress



          

Pembersihan jenderal. Sepintas, asosiasi kalimat ringkas itu menuntun pada pembersihan 6 jenderal yang dilakukan pasukan Letkol Kusman (nama kanak-kanak Untung Samsuri), 1 Oktober 1965 (Gestok)*. Tapi bukan itu yang saya maksudkan. Saya lebih tertarik bicara pada masa setelah krisis itu. Ya, pembersihan jenderal-jenderal yang dianggap berseberangan dengan Soeharto pasca 1965. Hal ini semula berangkat dari pertanyaan, berapa sih persisnya jenderal yang diberangus oleh Soeharto Cs seiring ter/di (?)perosokannya PKI ke jurang kehancuran. Karena berbagai referensi bilang banyak tapi angka persisnya tidak ada. Militer tentu punya arsipnya, tapi apa iya kita bisa mengintipnya? Jadilah saya coba mereka-reka berdasarkan beberapa bahan yang pernah saya baca. Totalnya, saya tetap tidak tahu, mungkin belasan. Berikut beberapa di antaranya; 1. Brigjen Suparjo - Pangkopur II Kolaga. Jelas, ia paling pertama diincar. Meskipun kenyataannya baru tertangkap 2 tahun setelah Gestok. Agak mengherankan memang, bagaimana seorang panglima tempur di garis depan bisa ikut-ikutan terlibat Gestok secara langsung. Apalagi, tanpa membawa pasukannya sebiji pun. Buku John Roosa memberikan gambaran jenderal dari Kodam Siliwangi ini teperdaya oleh Sjam Kamaruzaman yang dipercayainya penuh, bahwa ada jenderal-jenderal senior yang akan mengadakan kup pada Soekarno. Dan kebetulan Jenderal Pardjo memang Soekarnois. 2. Brigjen Sabur - Komandan Pengawal Istana, Cakrabirawa. Sebagai komandan tertinggi Cakrabirawa, ia adalah atasan puncak Letkol Untung. Jadi tahu tidak tahu adanya gerakan, tetap saja ia harus bertanggungjawab. Asumsi itu membuat tentara kepercayaan Soekarno ini disel. Secara pribadi, Sabur memang sasaran tembak yang empuk. Kedekatannya dengan Soekarno membuat ia tak banyak disukai. Apalagi banyak isu negatif tentang tingkahnya. Antara lain menjadi keranjang sampah dengan menampung gadis limpahan dari Soekarno sebagai istri muda. 3. Mayjen Pranoto Reksosamudro - Asisten III Menpangad. Jenderal yang malang. Mestinya, dialah yang menjadi kepala operasi TNI AD, pasca tewasnya Yani, sesuai perintah Soekarno. Tapi apa daya karakternya lemah. Soeharto makin semena-mena mengganyangnya karena saat Pranoto menjadi Kasdam Diponegoro (Soeharto pangdamnya), Pranoto lah yang melaporkan penyelundupan bosnya ke Jakarta. Kasus ini membuat Soeharto terlempar ke Seskoad dan nyaris dipecat dari TNI AD. Pranoto meninggal di sebuah rumah kecil sederhana di Kramat Jati, usai keluar dari penjara. 4. Mayjen Mursid - Deputi I Menpangad. Mestinya, secara struktur dialah jenderal paling senior sepeninggalnya Ahmad Yani. Pasalnya, Mursid adalah deputi pertama Menpangad (Suprapto deputi II, MT Haryono deputi III - keduanya gugur saat Gestok). Namanya, sempat diajukan sebagai pengganti Yani, tapi tak dipilih Soekarno karena temperamental. Saya tidak menemukan apa kira-kira kesalahan dari Jenderal Mursid, kecuali bahwa ia memang seorang Soekarnois. 5. Mayjen Soedirgo - Kepala Bakin. Agak mengherankan saat Soeharto menangkap Soedirgo. Pasalnya, di awal setelah terjadinya Gestok, Soedirgo justru salah satu orang kepercayaan Soeharto. Ia adalah wakil Soeharto di Komando Intelijen Negara (KIN), dan 1967 diangkat jadi kepala Bakin yang pertama. Soedirgo sendiri baru ditangkap 1968. Tak jelas apa persoalannya, tapi ada pihak yang mengaitkan dengan posisi Soedirgo sebagai kepala CPM saat Gestok terjadi. Saat itu, CPM ikut menyumbang tentara untuk Korps Cakrabirawa. 6. Mayjen Agus Wiyono - Sekjen Departemen Perindustrian. Tokoh satu ini adalah orang yang ikut mendirikan CGMI pada tahun 1956. Saat itu, Agus adalah kapten yang juga sedang tugas sekolah. Agus bahkan menjadi ketua pertama CGMI. Menurut kesaksian eks Ketum CGMI, Hardoyo, pangkat terakhir Agus Wiyono adalah mayor jenderal (Saya tidak tahu, apakah itu tituler atau memang murni dinas militer). CGMI lah yang membuat Agus ditangkap. 7. Marsekal Madya Omar Dhani - Menpangau. Dia juga perwira tinggi incaran Orde Baru. Maklumlah, perannya amat besar dalam melindungi Soekarno pada masa terjadinya Gestok. Lubang Buaya sebagai pusat gerakan Gestok, juga ada di bawah kekuasaan Angkatan Udara. Omar juga adalah penerbang angkatan pertama yang disekolahkan di AS. Karenanya banyak yang percaya ia menjadi korban keadaan karena pilihannya menjadi seorang Soekanois. 8. Komodor Ignatius Dewanto - Deputi Operasi Menpangau. Dewanto ikut dibersihkan lebih karena posisinya. Sebagai Deops Menpangau, dialah pengendali lapangan TNI AU ketika terjadi Gestok. Reaksinya dianggap melindungi pro Untung yang berkumpul di Halim. Setelah ditahan dan dicopot dari dinas militer, Dewanto sempat terlunta-lunta menjadi sopir truk dan terakhir pilot partikelir. Ia tewas saat terbang dengan pesawat sipil di Sumatera. Di lingkungan TNI AU, nama Dewanto harum karena dialah penembak pesawat Alan Pope yang memicu berakhirnya pemberontakan Permesta. 9. Marsekal Muda Sri Mulyono Herlambang - Menteri negara. Bagi Sri Mulyono, Gestok adalah panggung the right man in the wrong place. Saat pecahnya Gestok, ia sebenarnya bukan lagi bagian dari petinggi AU, tapi sudah menjadi menteri negara. Apes, justru di hari pertama Gestok, Sri Mulyono hadir di Halim dan menjadi perwira paling tinggi yang ada di situ (Omar Dhani sedang di Bogor). Sri Mulyono akhirnya sempat merasakan dinginnya sel RTM Nirbaya selama 6 bulan, sebelum akhirnya diberhentikan. 10 Brigjen (Pol) Sugeng Sutarto - Deputi Kepala BPI. Sebagai wakil dari Soebandrio, Sugeng Sutarto adalah TO bagi klik Soeharto.Sudah lama tingkah BPI menjadi grundelan bagi kalangan TNI AD. Dan secara kebetulan (atau buah rekayasa?), Sutarto bersama bosnya adalah tokoh kunci yang memunculkan Dokumen Gilchrist yang menjadi pangkal alasan Gestok. Di luar 10 nama jenderal tersebut, ada 3 jenderal lainnya yang pernah ditahan. Namun karena datanya minim (saya hanya pernah mendengar nama mereka disebut selintas), saya kategorikan tersendiri, dan anggaplah sebuah bahan yang validitasnya masih bisa diperdebatkan. 11. Mayjen Suadi Suromihardjo - Dubes Australia. Tak jelas apa kaitannya dengan Gestok. Namun, Suadi punya sejarah yang menjadikannya bisa jadi sasaran tembak. Saat masih letkol, dialah perwira yang memimpin laskar Solo bertempur dengan Divisi Siliwangi. Palagan lokal ini kemudian merembet menjadi Clash Madiun 1948. Suadi sendiri karirnya selamat, karena selepas kisruh Solo, ia merapat ke Jenderal Sudirman yang segera menjadikannya sebagai ajudan. 12. Brigjen Pamoerahardjo - (kurang info) 13. Mayjen Rukman - (kurang info) 14. Komodor Susanto - (kurang bahan) Selain sanksi tahanan, masih ada lagi beberapa perwira tinggi yang disingkirkan secara politik dari dinas tentara. Mereka memang tak sampai disel namun dijauhkan perannya dari pos strategis militer. 1. Letjen KKO Hartono - Komandan KKO. Sangat terkenal sebagai loyalis Soekarno, bahkan pernah menyediakan diri dan pasukannya untuk menghadapi pasukan Soeharto, namun dicegah Soekarno. Ia didubeskan Orba ke Korea Utara, namun 1971 mendadak dipanggil ke Jakarta, dan beberapa hari kemudian ditemukan tewas. Laporan resmi menyebutnya bunuh diri. 2. Mayjen Ibrahim Adjie - Pangdam Siliwangi. Juga loyalis nomer satu Soekarno. Kepada Adjie lah, Soekarno menitipkan anak-anaknya tatkala negara dilanda ketidakpastian akibat Gestok. Soeharto agaknya segan untuk memenjarakan Adjie karena ia tak memiliki catatan moral yang buruk. Soeharto memilih menjinakkannya dengan menugaskan jadi Dubes di Inggris. Satu lagi jenderal yang perlu dicatat adalah Pangdam Mulawarman, Brigjen Soehario Padmodiwirio (Dikenal juga dengan nama pena, Hario Ketjik). Sebetulnya, di antara para jenderal di atas, justru Soehario lah yang terkesan paling dekat dengan PKI. Buku John Roosa menyebutnya pernah mendukung pernyataan PKI soal pengganyangan 7 setan desa. Namun, Hario pinter membaca zaman. Ia yang dalam tugas belajar di Moskow, memilih menolak pulang dan disersi sehingga tak ikut ditangkap Orba. Meski begitu, toh Brigjen Hario toh mencicipi juga sel Orba, karena nekat pulang ke tanah air pada tahun 1977. Demikianlah, sementara cukup begitu. Saya akan coba tambahkan atau perbaharui manakala saya berhasil memperoleh dat-data lainnya. *) Istilah Gestok dipakai semata karena kejadiannya memang 1 Oktober 1965, bukan mengacu pada upaya mendukung penamaan yang diberikan Soekarno. Jadilah orang pertama yang menyukai tulisan ini Apakah anda menyukai tulisan ini ? Suka tulisan ini
Posted on: Sun, 28 Jul 2013 01:49:48 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015