lumixkita/forum/forum/expert/follow-the-experience/63-alat Saya - TopicsExpress



          

lumixkita/forum/forum/expert/follow-the-experience/63-alat Saya lagi asyik browsing ketika chat window saya loncat muncul. Seorang penggemar foto dari Semarang bertanya, “Kenapa sih kita selalu dinilai dari kamera kita?” Saya bilang, “Oya? Masak sih? Kamu salah bergaul kali.” Iya, mungkin aja hobinya teman satu ini nongkrong di toko kamera, so pastilah orang-orang lebih suka nanyain soal kameranya. Atau, mungkin juga kalo hunting foto tas kameranya gede banget, jadilah suka ditanya-tanyain. Anyway, tetap saja memang itu jadi pertanyaan kuno. Kameranya apa? Banyak yang beranggapan, kamera menentukan prestasi dan reputasi. Saya sih setuju-setuju saja. Paling enggak, reputasi pembeliannya. Mungkin sejuta rasanya kalau lagi menenteng Nikon D4 atau Canon 1DX dengan lensa 80 mm f/1.8 L series. Atau dengan kerennya membidik model dibalik Hasselblad H4 seharga Toyota Fortuner. Berhak koq, karena memang itu prestasi. Bisa jadi si pemakai adalah orang yang sukses memimpin perusahaan batubaranya sehingga enggak ngedip waktu memborong setengah isi toko kamera JPC Kemang. Mungkin orang itu sukses merayu dan meyakinkan bapaknya bahwa kamera entry level enggak cukup bagus untuk mulai belajar bagaimana caranya memfokus dengan baik. Saya ingat hari-hari dimana saya diam-diam memendam rasa iri pada kamera-kamera idaman sewaktu saya masih motret di jalur amatir. Wajarlah, boys with toys, rumput tetangga selalu lebih hijau. Saya juga sering menanyakan teman-teman saya memakai kamera apa, karena 99,9% pasti lebih bagus dari kamera saya yang pas-pasan. Senang aja, karena yang ditanya pasti dengan semangat 45 menerangkan A-Z fitur kameranya, dan dengan senang hati membiarkan saya menimang-nimang sambil menempelkan muka berminyak saya di lubang intipnya sambil jepret sana jepret sini (sering dilap kembali oleh yang punya dengan lap khususnya). Sejujurnya, banyak untungnya berteman dengan sosok seperti ini. Kesenangan mereka akan kamera akan terus menerus membuat mereka up-to-date dengan photo gear terbaru. Yang lama dikemanain dong? Dijual kepada orang-orang seperti saya, yang selalu siap menampung kamera bekas kondisi 99% berharga miring. That’s what friends are for, isn’t it? Hingga tahun 2012, photo gear saya selalu dibawah ekspektasi (bukan ekspektasi saya, tapi ekspektasi klien saya yang hobi koleksi alat foto). Lighting set Hensel saya setia menemani selama 10 tahun, sebelum akhirnya saya ganti dengan Profoto baru. Kamera yang paling sering saya pakai hari ini juga banyak dipakai para amatir. Kalau tas kamera saya memang punya banyak, karena enggak semahal beli kamera. Untungnya, makin hari makin jarang ada yang menanyakan saya pakai kamera apa (karena jawabannya tidak akan nendang juga sih). Nah, tapi itu dia, kenapa semakin tidak ditanyakan? Banyak yang kameranya bagus, fotonya tidak pernah dipuji. Di sisi lain, banyak yang fotonya bagus-bagus, kameranya juga bagus. Lha? Tentu saja. Karena orang-orang yang sudah jago motret, biasanya memang sudah memutuskan untuk serius. Keseriusan mengarah pada totalitas. Semakin jago, jadi semakin serius, jadi semakin total. Semakin naik kelaslah kameranya. Lagi-lagi, wajar. Mungkin yang harus dipikir lagi, kenapa kita merasa risih pada saat ditanyakan soal kamera kita, yang kebetulan, memang cukup pas-pasan? Kalaulah ternyata kita adalah juara lomba Salonfoto Indonesia sepuluh kali berturut-turut, dan kameranya pas-pasan, bukannya bangga ternyata selalu menang dengan menggunakan alat seadanya? Mungkin masalahnya memang di pencapaian fotografi kita sendiri. Kalaulah memang sudah nyaman dan percaya diri, mau ditanya soal kamera, sah-sah saja, karena mungkin tidak terlalu penting lagi. Jadi siapa yang sebenarnya perlu dihakimi soal nanya-nanya kamera ini, yang ditanya atau si penanya? _COPYRIGHT ©2013 JERRY AURUM_
Posted on: Fri, 26 Jul 2013 14:03:49 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015