HUKUM BERJIMAK SAAT PUASA RAMADHAN Penulis Al Ustadz Abu Zakariya - TopicsExpress



          

HUKUM BERJIMAK SAAT PUASA RAMADHAN Penulis Al Ustadz Abu Zakariya Rishky Al Atsary Apabila seseorang melakukan jima’ dengan istrinya pada siang hari Ramadhan, hukum apakah yang diwajibkan baginya? Sebagian besar ulama berpendapat akan wajibnya kaffarah. Berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu- terdahulu. Dimana seseorang sahabat datang yang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, binasalah saya!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?” Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.“ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memiliki kemampuan untuk membebaskan seorang budak?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terduduk, hingga ada yang membawa setandan kurma kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada orang tersebut, “Bersedekahlah dengan korma ini.” Dia bertanya, ”Apakah -sedekah tersebut- kepada yang paling miskin diantara kami? Karena tidak ada diantara dua batas desa kami, penduduknya yang lebih butuh dari pada kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga geraham beliau menjadi terlihat, dan bersabda, “Pergilah dan berilah keluargamu makan dengan kurma ini.” (HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya) Dan pada riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Dan puasalah engkau menggantikan hari tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 2583, al-Hakim 2/203, ad-Daraquthni 2/190, Ibnu Khuzaimah no. 1954 dan al-Baihaqi 4/226-227 dari jalan Hisyam bin Sa’ad dari az-Zuhri dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah) -Telah diterangkan akan kelemahan lafazh tambahan ini sebelumnya.- Dan diriwayatkan pada jalan lainnya, dari jalan Ibnu al-Musayyab dari Abu Hurairah, pada riwayat Ibnu Majah 1/523, namun pada sanadnya terdapat Abdul Jabbar bin Umar dan dia perawi yang dha’if. Imam Ahmad juga meriwayatkan didalam Musnad beliau 2/208, dari jalan Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya semisal dengan hadits diatas. Dan juga diriwayatkan dari Aisyah -radhiallahu ’anha- secara marfu’ semisal dengan hadits Abu Hurairah. (HR. al-Bukhari no. 1935 dan Muslim no. 783) Sebagian ulama lainnya menyelisihi pendapat ini, diantara mereka adalah asy-Sya’bi, an-Nakha’i, Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Sirin. Mereka berpendapat bahwa kaffarah tidaklahwajib. Seandainya wajib, niscaya tidak akan gugur karena keadaan -ekonomi- yang sempit. Pendapat yang shahih adalah pendapat mayoritas ulama, berdasarkan dalil-dalil syara’ yang sangat jelas menunjukkan keharusan membayarkan kaffarah bagi seseorang yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan. Sedangkan pendapat yang menyatakan tidak wajibnya kaffarah dengan dalih gugurnya kaffarah tersebut jika dalam keadaan sempit, adalah inferensi dari masalah yang masih diperdebatkan oleh ulama.. Dimana masalah ini, yaitu jika seseorang dalam keadaan kesulitan/tidak mampu dalam membayarkan kaffarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, sebagaimana furu’ berikut ini.
Posted on: Fri, 12 Jul 2013 09:11:53 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015