Kapan Pangan Kita Tercukupi dari Bumi Sendiri? Saat ini - TopicsExpress



          

Kapan Pangan Kita Tercukupi dari Bumi Sendiri? Saat ini sebagian besar kebutuhan pangan Indonesia dipenuhi melalui impor. Mungkin tidak perlu serangan militer dari negara lain untuk melumpuhkan Indonesia, tapi cukup dengan menghentikan suplai impor pangan. Mulai dari susu, daging sapi, kedelai, bawang putih, jagung, gandum, garam, hingga beras, semuanya diimpor untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Mari bayangkan jika bahan-bahan pangan itu dihentikan pasokannya. Indonesia bisa kacau. Masalah daging sapi saja membuat negara ini ricuh, apalagi jika ditambah masalah beras atau susu, bahkan kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe yang ternyata 100 persen impor dari Amerika Serikat. Bagaimana mungkin Indonesia mengimpor kebutuhan perut sementara kita tahu semua itu bisa didapatkan dengan mudah jika diproduksi di sini? Apakah bangsa ini sangat malas sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri? Atau Indonesia adalah negara gersang dan tidak punya potensi pertanian? Politikus senior Siswono Yudo Husodo punya sedikit jawaban. Menurut dia, masalah pangan dan pertanian di Indonesia memang sangat kompleks, tidak bisa ditentukan hanya dalam satu atau dua variabel. Satu persoalan pokok pangan Indonesia sejak berhasil swasembada di tahun 1980-an adalah manajemen pangan nasional yang sangat buruk. Impor Pangan "Impor pangan yang terus meningkat memperlemah ketahanan ekonomi kita. Akibatnya memerosotkan nilai rupiah saat ini. Harga pangan akan selalu naik dan inilah yang diincar oleh asing terhadap kebutuhan pangan kita," kata Siswono dalam diskusi ketahanan pangan di Gedung DPR, Kamis (1/8). Selain pangan nasional, harga pangan dunia yang terus naik menjadi ancaman terhadap hampir seluruh negara di dunia. Tentu saja juga terhadap Indonesia. Siswono juga menyebut empat hal pokok yang mendesak diperhatikan pemerintah untuk mengatasi buruknya manajemen pangan nasional, yaitu kedaulatan, kemandirian, ketahanan, dan keamanan. Semuanya harus berjalan beriringan dan saling terkait. Jika satu saja rusak maka yang lain akan terkena imbas. Kebutuhan pangan sekarang dipandang sebagai peluang industri. Bisa disebut pangan akan berjejer dengan industri energi karena posisinya sebagai kebutuhan dasar manusia. Bahkan ada yang menganggap pangan sebagai kebutuhan lux saking susahnya untuk memenuhinya. Misalnya bagi warga Somalia atau Afrika yang dilanda kelaparan. Sebagai industri, bukan tidak mungkin pangan dijadikan senjata atau perdagangan oleh negara-negara pengekspor pangan. Jumlah kebutuhan dan ketersediaan pangan pun meneguhkan hukum ekonomi. Semakin susah mendapatkan pangan maka semakin tinggi pula harganya. Faktanya Indonesia semakin bergantung pada impor pangan yang sudah mencapai titik ancaman terhadap kedaulatan sebagai bangsa dan negara. Solusi Fundamental Menurut Siswono, setidaknya ada dua solusi fundamental untuk mengatasi krisis impor pangan nasional. Pertama, peningkatan produksi. Dalam hal ini butuh peningkatan luas areal pertanian dan peningkatan populasi ternak untuk pangan. Pemerintah mesti menjalankan fungsinya sebagai pembuat keputusan melalui kebijakan yang konsisten dan mengutamakan kepentingan bangsa. "Kita perlu memperluas lahan pertanian untuk meningkatkan lahan pangan. Perbandingan antara lahan pertanian dengan produksi pangan Indonesia sangat jauh." Kedua, peningkatan kualitas pangan Indonesia secara umum. Mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ini menilai bangsa Indonesia bahkan tidak menghargai makanan sendiri. Padahal, kualitas makanan Nusantara punya peluang untuk dijual secara global. Dia menyebutkan contoh mantan PM Thailand Thaksin Shinawathra pernah punya kebijakan untuk membuka 100 ribu restoran Thailand di seluruh dunia. Hasilnya tidak main-main. Muncul restoran Thailand di berbagai negara dengan masakan khas mereka yang semua bahan bakunya berasal dari Thailand dan diekspor. Patut dicatat bahwa pemerintah Thaksin kala itu memberi subsidi untuk kebijakan tersebut. Diperlukan pemimpin yang visioner dan mampu melihat peluang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Bukankah China dengan satu miliar penduduk lebih mampu mencukupi kebutuhan pangan mereka tidak melalui impor. Bahkan mereka mengekspor berbahai pangan ke banyak negara. "Kita punya banyak doktor, profesor, atau akademisi andal di pertanian. Masalahnya mereka tidak di lapangan. Kalau berada di lapangan, mereka pasti mengerti pokok persoalannya,” kata Siswono. [*] Reporter: Arif Rahman Redaktur: Arwani. (teraspos).
Posted on: Sun, 11 Aug 2013 23:24:30 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015