(2) Apakah Indonesia sudah mengalami Bubble Properti ? Menyambung - TopicsExpress



          

(2) Apakah Indonesia sudah mengalami Bubble Properti ? Menyambung rubrik minggu lalu, apakah di daerah anda telah terjadi harga properti yang harganya turun ? Kalau iya, berarti di daerah tersebut sudah mulai terjadi bubble property karena kekuatan pangsa pasar menurun akibat pembangunan yang terlalu jor joran maupun harga propertinya sudah terlalu naik " dinaik naikan" selama ini. Berarti di daerah tersebut selama ini adanya permintaan yang tidak real " demand imaginer" sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang jauh lebih besar dari permintaan pasar yang sebenarnya. Permintaan tidak real karena banyak spekulan maupun investor yang bermain di daerah tersebut tetapi tidak didukung oleh infrastruktur maupun pertambahan fasilitas yang bisa mendongkrak nilai lebih daerah tersebut, akhirnya kenaikan properti terhambat bahkan terhenti akhirnya mulai menurun. Atau karena ada gejolak sosial, ekonomi maupun politik di suatu negara juga bisa menyebabkan properti tersebut turun. Dengan kata lain properti akan mengalami bubble kalau harga properti naik terus sampai suatu saat harganya sudah tidak masuk akal atau diluar kewajaran ditambah dengan laju pertumbuhan pembangunan properti yang terlalu banyak bila dibanding daya serap pasar dan kondisi perekonomian masyarakat yang tidak meningkat (daya beli menurun). Gejala Bubble kalau harga naik terus menerus dan sepertinya diluar akal sehat, bahkan kenaikannya bisa diatas 50-100 % dalam setahun ( tidak berlaku untuk semua lokasi kalau lokasi tersebut mampu memberikan nilai tambah sesuai dengan nilai kenaikkan harganya), lokasi tersebut walaupun pada awal tahun pengembangannya kenaikannya diatas 50 % mungkin belum bisa dikategorikan menuju bubble, karena disitu ada ruang interval yang masih besar bisa dimainkan oleh keputusan kebijakan pengembang dalam menaikkan harga properti. Tetapi lambat laun ruang intervalnya makin kecil, kalau dipaksakan naik terus tanpa dibarengin dengan peningkatan nilai lebih terhadap kawasan tersebut maka lambat laun akan mulai stagnan atau bertahan akhirnya mulai turun apalagi dibarengi dengan isu isu negatif terhadap lokasi tersebut. Sampai nantinya suatu saat titik keseimbangan pasar iyu terjadi, para spekulan sudah sulit menjual propertinya, investor sudah mulai tidak bertahan akhirnya sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, bagi spekulan maupun investor yang lagi membutuhkan cashflow suka tidak suka, senang tidak senang akhirnya menjual harga propertinya dibawah pasar, inilah awal dari bubble itu akan terjadi sampai titik keseimbangan baru mendekati harga yang wajar dan real. Pangsa pasar yang real adalah dimana pembeli properti mampu untuk membayar, baik itu dengan cara tunai maupun kredit terhadap properti yang mereka beli, dan biasanya pembelinya adalah pembeli yang mempergunakan propertinya baik itu untuk tempat tinggal, tempat kerja, usaha atau komersil. Pangsa pasar yang real biasanya ada di segmen properti menengah kebawah, segmen menegah keatas apalagi yang komersil seperti ruko dan rukan banyak para spekulan maupun investor yang bermain diareal ini walaupum tidak seluruhnya. Ada ekonom menyatakan gelembung properti bisa diidentifikasi dengan mengembangkan sejumlah indikator untuk mengindentifikasi gelembung sebelum pecah. Indikator seperti rasio financial dan indikator ekonomi bisa mengevaluasi apakah harga properti sekarang cukup wajar atau tidak. indikator ini membandingkan harga sekarang dengan sebelumnya. Indikator ini menggambarkan jalinan dua komponen yaitu komponen valuasi dan komponen hutang. Komponen valuasi mengukur seberapa mahal rumah yang bisa diterima kebanyakan orang. Komponen utang mengukur seberapa besar utang rumah tangga ketika membei rumah serta seberapa banyak eksposur utang bank yangterakumulasi dengan pinjamannya. Jepang juga pernah mengalami bubble property dimana telah memicu resesi ekonomi yamg berkepanjangan hingga sekarang. Dan di Amerika gampangnya mendapatkan kredit properti oleh masyarakat disana walaupun sebenarnya tidak layak tetap dipinjamkan, akhirnya sektor properti terus merangkak naik karena permintaan yang digelembungkan, perusahaan properti yang banyak go public dan nilainya terus terkerek naik sampai puluhan kali lipat sampai akhirnya terjadi gagal bayar dan pecahnya gelembung properti pada musim panas 2006 juga menimbulkan resesi ekonomi.Bahkan dampaknya terasa bagi perekonomian global. Harga perumahan yang turun tajam telah menyebabkan anjloknya nilai kekayaan rumah tangga, mengurangi belanja komsumsi dan akhirnya berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan harga rumah menyebabkan kredit macet dan terjadinya penyitaan aset serta berujung pada pasokan rumah tinggal di pasaran sementara harganya jatuh karena permintaan menurun. Bagaimana dengan Indonesia ? Bersambung.....
Posted on: Mon, 29 Jul 2013 15:01:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015