DI ATAS SUNGAI DANUBE DI HONGARIA =Nyanyian pinggir sungai= - TopicsExpress



          

DI ATAS SUNGAI DANUBE DI HONGARIA =Nyanyian pinggir sungai= Di atas jembatan pembebasan. Diantara buda dan pest. Ya jembatan budapest. Memandang kapal lalu lalang. Kapalyang penuh berisi manusia, tetapi juga uang di saku mereka. Juga senyum dimulut mereka. Sungai yang memberi kehidupan. Bukan saja kepada seorang juru mudi,tetapi juga penjual karcis yang bahkan jarang menaiki kapal-kapal mewah itu.Sungai donau. Danube. Sungai yang membentang dari hutan hitam sampai lauthitam. Keduanya hitam. Airnya biru dari kejauhan, kadang menghitam tetapi lalujernih dalam genggaman. Hitam tetapi indah. Nigra sed formosa. Menakutkantetapi menarik. Tremendum et fascinosum. Tenang lalu mengalunkan irama walsa.Sampai-sampai Strauss melukiskannya dalam sebuah nomor walsa: pada indah danbirunya sungai donau, an der blauen schoenen Donau, yang selamanya menggelitikkaki pengembara dan pencinta. Dan mengeratkan genggaman penari, dan merapatkandada para penari. Tarian yang menghilangkan batas dan jarak. Walsa dan Danubeyang cantik. Mungkin di beberapa bagian sungainya menjadi bergemuruh, mungkinada cadas di kedalamannya. Cadas dan lubang. Jalanan terjal dan bergerigi. Tetapiitu hidup. Itu inspirasi. Inspirasi untuk melahirkan nomor lain lagi. Jadi iramaCzardas yang rancak dan bergemuruh. Alunan lembut yang tiba2 meledak. Meledakmenjadi guntur nan bergelora. Ibarat aliran yang menuruni dan menggesek cadas. Danmenimbulkan nyala dalam air. Nyala yang hangat lalu membakar oleh cadas yangtidak lapuk. Cadas yang sudah ada dan akan terus ada. Cadas seribu tahun dankelipatan seribu tahun. Cadas yang melahirkan Czardas. Cadas yang cantik, cerdasdan cerdik, tetapi musikalis. Di sana aku berdiri. Tertarik ke masa lalu dan terseret ke masa depan. Aku yang tersesat lalu tersesak di antarapuing reruntuhan dan kemegahan. Antara keserakahan dan perjuangan. Terjebak diantara masa berduit. Masa bersepeda. Masa pejalan kaki. Masa pengguna Tram. Masapenunggu bus di halte kota yang padat. Terjebak di antara yang berwajah putihdan berambut pirang. Terjepit di antara masa lalu dan masa kini. Juga masadepan. Terjebak di antara kaum gypsi dan boheme. Terbentur di antara iramagypsi dan seniman merdeka. Ya gypsi dan seniman-seniman bergelora itu. Mungkinbohemia, saya tidak tahu. Ya… seniman bebas. Tiba-tiba aku terseret di antarakehidupan bangsa yang kalah, bangsa pelanglang buana yang mendiami benua putihberatus tahun tetapi tetap kalah. Lusuh dan lesu. Wajah lusuh di tengahgemerlapnya kota budha. Wajah lesu di perempatan dan jalanan padat kota pest.Anda tidak akan mengerti sobat sampai anda melihatnya sendiri dan menarikanmusik mereka, dan menggerakkan tarian mereka. Tarian tentang orang kalah, tariantentang perjuangan dengan hiasan air mata. Bagaimana rasanya menangkap luka dannanar bola mata itu di dekat basilika santo Stefanus yang agung menjulang. Yangbahkan kokoh walau diterjang tsunami Aceh. Hati siapa tidakkan luluh, mendengarnada yang mengiris kalbu di pusaran Citadella. Nada aeolian yang menurunibatuan cadas Citadella ibarat aliran embun tak bertenaga, yang mengering danterbang di tengah kembara. Harmoni la minore yang menjembatani kecongkakan dankemelaratan. Irama rhapsodia yang kehilangan geloranya yang memekakkan. Nada ciutyang merengek meminta tumbal; koin penyambung elan vital. Keterangan: Budapest : ibu kota Hongaria Buda : Kota di pinggir Donau Pest : Kota di pinggir Donau Walsa : tarian tradisional 3 ketukan Gypsi : kaum pengelana di Eropa Bohemia : musisi bebas Donau : sungai Danube yang melintas dari Hutan – laut hitam Nigra sed formosa : hitam tapi indah Tremendum et fascinosum : menakutkan dan menarik An der schoenen blauen Donau : nomor wals terkenal dari Strauss Czardas : tarian tradisional Aeolian : harmoni minor Elan vital : energi hidup Rhapsodia : irama musik bebas Citadella : bukit di pusat kota Budapest
Posted on: Thu, 12 Sep 2013 09:01:47 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015