Pindah ke Oceania, Mengapa Tidak? Jakarta - Pasti di antara - TopicsExpress



          

Pindah ke Oceania, Mengapa Tidak? Jakarta - Pasti di antara pembaca banyak yang langsung mendengus sinis saat membaca judul tulisan ini. Apa pula ini? Tunggu dulu, sabar dulu. Mari kita telaah bersama beberapa argumentasi mengenai perlu tidaknya PSSI mencoba pindah induk Federasi dari Asia (AFC) ke Oceania. Dianggap serius atau tidak, saran saya bagi Indonesia untuk pindah ke federasi Oceania bukanlah inti permasalahan. Bukan tujuan saya untuk meyakinkan anda semua mengenai ide kontroversial ini. Maksud tulisan ini lebih mengarah kepada provokasi otak, atau menggugah kita semua untuk kembali bermimpi dan berpikir tentang bagaimana caranya Indonesia Raya bisa berkumandang di pentas Piala Dunia. Beberapa waktu lalu di pentas Piala Konfederasi, dunia jatuh cinta kepada tim Tahiti. Wakil Oceania ini berhasil tembus ke pentas international itu setelah mengalahkan Selandia Baru (yang menurunkan tim U-21 mereka) di final Piala Oceania. Walau kemudian babak belur, tim Tahiti menuai respek dunia dengan cara bermain mereka yang berani dan penuh semangat selama di Brasil bulan Juni lalu. Saat menonton Piala Konfederasi saya menjadi iri kepada Tahiti. Negara dengan jumlah penduduk sebanyak satu (!) kecamatan di kota Malang ini (sekitar 200.000) bisa tampil di ajang Piala Konfederasi! Kapan, ya Tuhan, Indonesiaku bisa tampil di pentas dunia? Setelah berdiskusi dengan berbagai pihak mengenai sikon sepakbola Indonesia dan kolerasinya dengan sepakbola dunia, saya menjadi yakin bahwa sedikitnya ada empat pilar yang harus dibenahi. Pertama, perlu dibangunnya akademi kepelatihan satu pintu untuk pelatih dan wasit (demi kerapian organisasi, serta standarisasi kualitas pendidikan wasit dan pelatih), ada beberapa hal lain yang tak kalah pentingnya. Kedua, tim-tim sudah seharusnya memiliki youth academy yang profesional (lengkap dengan tim pencari bakat profesional yang mencari bakat secara sistematis). Ketiga, perbaikan profesionalisme dan kejujuran di kompetisi juga multak diperlukan, plus (yang keempat) peningkatan kualitas SSB dan kompetisi usia dini (umur 6-12) dan usia muda (umur 13-20). Satu hal lain adalah, perlu dipertimbangkan pindah federasi. Mengapa tidak cukup melakukan pembenahan di empat pilar utama pembinaan yang disebutkan di atas? Mengapa pula perlu dipertimbangkan ide kontraversial yakni pindah induk federasi? Dua faktor menjadi pertimbangan; 1) Jauhnya ketertinggalan kita dengan negara-negara kuat di Asia, dan 2) Banyaknya saingan superkuat di benua Asia. Kalaupun kita mampu berbenah dan sungguh-sungguh bekerja keras dan efektif membangun keempat pilar utama pembinaan yang disebut di atas, ketertinggalan kita teralu jauh -- betapa jauhnya ketertinggalan kita mungkin hanya bisa sepenuhnya dimengerti oleh mereka-mereka yang benar-benar memahami seluk beluk tehnis sepakbola modern). Secara objektif dan realistis, sangat sulit bagi kita untuk bisa bersaing dengan sekitar sepuluh negara kuat di Asia dalam waktu dekat (10-20 tahun). Ingat, itupun KALAU kita berbenah secara SERIUS dan tidak menunda-nunda lagi. Tanpa bermaksud mencari-cari solusi instan (siapapun yang mengenal saya secara pribadi pasti mengetahui keantian saya pada apapun yang berbau instan), pindah federasi dari AFC ke Oceania bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan. Kalau kita pindah, Indonesia akan sering menang. Harapan saya, dengan demikian masyarakat dan terutama pemerintah dan pengurus PSSI akan terlecut semangatnya untuk membenahi tatanan sepakbola di negeri yang sangat berbakat ini. Roda besi yang kering dan berkarat itu sungguh butuh cipratan minyak pelumas. Roda persepakbolaan nasional akan semakin lancar berputar sejalan dengan waktu, menghadirkan asa. Walau tetap sulit, timnas kita lebih berpeluang bermain di Piala Konfederasi bahkan lolos ke Piala Dunia kalau kita berada di zona Oceania. Klub-klub Indonesia juga memiliki kans yang lebih besar untuk tampil di piala dunia antar klub. Bayangkan Persipura, Persib dan lain-lain bermain melawan klub-klub top dunia. Wow! Di Olimpiade dan (tentu saja) SEA Games, kita tetap di zona yang sekarang. Hanya induk organisasi kita di bawah FIFA yang berubah; dari AFC ke OFC (Oceania Football Confederation). Itu saja. Kita juga masih tetap bisa bertanding persahabatan melawan negara-negara Asia Tenggara maupun bagian dunia lainnya sehingga kita tidak perlu kuatir tidak mendapatkan persaingan atau kompetisi yang sepadan. Ilmu psikologi mengajarkan pada kita untuk mencanangkan tujuan-tujuan pribadi yang sulit tapi mungkin untuk diraih. Mencanangkan tujuan-tujuan yang tidak mungkin diraih hanya mengakibatkan depresi dan frustrasi. Nah, apabila kita pindah ke Oceania kita akan bisa menghindari rasa frustrasi yang ada saat ini, karena jalan menuju tujuan walau tetap sangat sulit paling tidak menjadi mungkin. Tapi memangnya bisa pindah? Tentu tidak semudah itu. Namun dengan argumentasi letak geografis Indonesia dan ras (semakin ke timur Indonesia semakin mirip ras sebagian kita dengan penduduk di laut pasifik) kita setidaknya memiliki kans untuk pindah. Sebuah kans yang tidak dimiliki negara-negara Asia Tenggara lainnya. Karena itu kita tidak perlu kuatir tentang "apa kata tetangga?" nantinya. Toh kita tidak pindah karena kita pengecut dan sejenisnya. Alasan kita pindah semata-mata adalah bagian dari strategi untuk mencapai tujuan kita bersama: Piala Dunia. Perlu roadmap yang smart dan realistis untuk mencapai tujuan akhir Piala Dunia. Pindah federasi ke Oceania bisa menjadi bagian dari langkah taktis PSSI. Tapi ingat, itupun kalau PSSI mau membenahi secara serius dan tanpa menunda-nunda lagi keempat pilar utama pembinaan yakni grass root youth development (SSB), elite youth development (akademi), profesional and fair football leagues, serta akademi kepelatihan untuk wasit dan pelatih. Kapan ya Tuhan Indonesiaku berbenah? M.T.A
Posted on: Tue, 27 Aug 2013 11:16:00 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015