Sajarah jeung Sarsilah Kasultanan Cirebon Bagian III Yudhi S - TopicsExpress



          

Sajarah jeung Sarsilah Kasultanan Cirebon Bagian III Yudhi S Suradimadja Terpecahnya Kesultanan Cirebon Pembagian Kesultanan Cirebon kepada tiga orang, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon sejak tahun 1677 merupakan babak baru terpecahnya keraton Cirebon kepada tiga orang putra Pangeran Girilaya yang masing-masing berkuasa dan menurunkan para sultan berikutnya.Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tidak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yang dapat memangku jabatan itu sebagai caretaker. Sejak Tahun 1677 Kesultanan Cirebon terpecah tiga yaitu : Kasepuhan, Kanoman dan Kaprabonan dengan Sultan sebagai berikut : 1. Sultan Kasepuhan Pangeran Martawijaya dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin ( 1677 – 1703 ) 2. Sultan Kanoman : Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723). Gelar kepala negara Cirebon, sejak putra Panembahan Girilaya naik takhta pada tahun 1677, berubah dari gelar Panembahan menjadi Sultan sebagaimana digunakan oleh Sultan Keraton Kasepuhan, Gelar Sultan ini diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya pun dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibu kota Banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai kekuasaan penuh; mempunyai wilayah kekuasaan, rakyat, dan keraton masing-masing. 3. Panembahan Kanoman Pangeran Wangsakerta dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713). Adapun Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan, melainkan hanya sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan dan keraton sendiri, namun berdiri sebagai kaprabonan (paguron) tempat belajar para intelektual keraton. Pembagian Kesultanan Cirebon kepada tiga orang, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon sejak tahun 1677 merupakan babak baru terpecahnya keraton Cirebon kepada tiga orang putra Pangeran Girilaya yang masing-masing berkuasa dan menurunkan para sultan berikutnya. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tidak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yang dapat memangku jabatan itu sebagai caretaker. Keprabonan : Keprabonan termasuk keluarga Keraton Kanoman yang didirikan pada tanggal 1682 oleh Pangeran Raja Adipati Kapronan. Kaprabonan asal kata dari Kaprabuan (Raja) yang mana Kaprabonan ini berfungsi sebagai tempat DINNIYAH, yaitu tempat kegiatan Agama Islam yang diberlakukan untuk komunitas Keraton Kanoman dan juga untuk masyarakat umum. Sampai dengan sekarang kegiatan tersebut masih berjalan dan banyak dikunjungi orang termasuk pengunjung dari Malaysia dan Brunei. Adapun Pangeran Raja Adipati Kaprabonan, adalah putra sulung dari sultan Kanoman I, yang lebih memilih kepeduliannya terhadap bidang agama ketimbang ke pemerintahan. Tempat ini sampai sekarang dihuni oleh keluarga keturunan Adipati Kaprabonan yang letaknya berdekatan dengan Keraton Kanoman. Perpecahan II (1807) Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit (Bahasa Belanda: surat keputusan) Gubernur-Jendral Hindia Belanda yang mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran. Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yang lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803-1811). Masa kolonial dan kemerdekaan Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dalam ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektar. Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dalam Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, yang secara administratif masing-masing dipimpin oleh pejabat pemerintah Indonesia yaitu walikota dan bupati. Perkembangan terakhir Setelah masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Cirebon tidak lagi merupakan pusat dari pemerintahan dan pengembangan agama Islam. Meskipun demikian keraton-keraton yang ada tetap menjalankan perannya sebagai pusat kebudayaan masyarakat khususnya di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Kesultanan Cirebon turut serta dalam berbagai upacara dan perayaan adat masyarakat dan telah beberapa kali ambil bagian dalam Festival Keraton Nusantara (FKN). Umumnya, Keraton Kasepuhan sebagai istana Sultan Sepuh dianggap yang paling penting karena merupakan keraton tertua yang berdiri tahun 1529, sedangkan Keraton Kanoman sebagai istana Sultan Anom berdiri tahun 1622, dan yang terkemudian adalah Keraton Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan. Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik internal di keraton Kanoman, antara Pangeran Raja Muhammad Emirudin dan Pangeran Elang Muhammad Saladin, untuk pengangkatan tahta Sultan Kanoman XII. Pelantikan kedua sultan ini diperkirakan menimbulkan perpecahan di kalangan kerabat keraton tersebut. Silsilah Sultan Kasepuhan : 1. Pangeran Pasarean Muhammad Tajul Arifin 2. Pangeran di Jati Carbon 3. Panembahan Ratu 4. Pangeran di Jati Carbon 5. Panembahan Girilaya 6. Sultan Raja Syamsudin 7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin 8. Sultan Sejuh Raja Jaenudin 9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin 10. Sultan Sejuh Safidin Matangaji 11. Sultan Sejuh Hasanudin 12. Sultan Sepuh I 13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I 14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II 15. Sultan Sepuh Raja Ningrat 16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda 17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat 18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH 19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat Silsilah Sultan Kanoman : 1. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin 2. Panembahan Sedang Kemuning 3. Panembahan Ratu Cirebon 4. Panembahan Mande Gayem 5. Panembahan Girilaya 6. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin) 7. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin) 8. Sultan Kanoman III (Sultan Muhamamad Alimudin) 9. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad Chadirudin) 10. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad Imammudin) 11. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad Kamaroedin I) 12. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin ) 13. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen) 14. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat) KERATON KACIREBONAN Keraton Kecirebonan dibangun pada tanggal 1800, Keraton ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton Kesepuhan dan Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya. Paseban Tri Panca Tunggal adalah sebuah cagar budaya nasional di daerah Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, yang menyerupai sebuah padepokan dan tempat menimba ilmu budi dan kebatinan serta seni budaya, yang didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais Alibasa, pewaris tahta Kepangeranan Gebang, Cirebon Timur, pada tahun 1840. Adalah karena berkali-kali melawan kehendak VOC, maka pada awal abad ke-18 Kepangeranan Gebang diserbu dan dibumihanguskan oleh VOC, gelar kepangeranan pun dicabut, dan wilayah Gebang yang mencakup daerah Ciawi sampai ke perbatasan Cilacap akhirnya dibagi-bagi untuk Keraton Kanoman, Kacirebonan dan Kasepuhan Silsilah Sultan Kacirebonan : 1. Pangeran Pasarean 2. Pangeran di Jati Carbon 3. Panembahan Ratu Pangeran di Pati Anom Carbon 4. Pangeran di Pati Anom Carbon 5. Panembahan Girilaya 6. Sultan Moh Badridini Kanoman 7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman 8. Sultan Anom Alimudin 9. Sultan Anom Moh Kaerudin 10. Sultan Carbon Kaeribonan 11. Pangeran Raja Madenda 12. Pangeran Raja Denda Wijaya 13. Pangeran Raharja Madenda 14. Pangeran Raja Madenda 15. Pangeran Sidek Arjaningrat 16. Pangeran Harkat Nata Diningrat 17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat 18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga R. Yudhi S Suradimadja
Posted on: Fri, 12 Jul 2013 21:29:17 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015