Kerajaan Sunda Beranda DAFTAR KERAJAAN DI TATAR SUNDA - TopicsExpress



          

Kerajaan Sunda Beranda DAFTAR KERAJAAN DI TATAR SUNDA DISUSUN BERDASAR URUTAN WAKTU ▼ 11 (20) ▼ 12 (20) Pengantar. Asal Muasal Kerajaan Sunda. Kerajaan Salakanagara. Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Kendan. Kerajaan Medang Jati. Kerajaan Indrapahasta. Kerajaan Sunda Galuh, Sejarah Pemecahan. Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saud... Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saud... Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saud... Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saud... Kerajaan Sunda Galuh, Damai Kemudian Bersatu Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan. Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan (2) Kerajaan Sunda Galuh, Masa Keemasan. Kerajaan Sunda Galuh, Tragedi Bubat Kerajaan Sunda Galuh, Akhir Sebuah Era Kerajaan Pajajaran Kerajaan Pajajaran, Sejarah Berlanjut Rabu, 28 Desember 2011 Kerajaan Pajajaran, Sejarah Berlanjut Benarkah Kerajaan Pajajaran musnah ketika Raja terakhir Suryakancana dan pengikutnya diluluh lantakkan oleh pasukan Kesultanan Banten? tidak juga. Jauh sebelum Sri Baduga Maharaja bertahta, tepatnya pada saat buyutnya, Prabu Darmasiksa berkuasa (1175-1297), - berarti sekitar 300 tahun sebelum penobatan Prabu Siliwangi - Prabu Darmasiksa banyak mendirikan kabuyutan (daerah suci) yang dilengkapi dengan mandala (lingkungan dengan penataan selaras alam). Tercatat kabuyutan yang didirikan adalah di Ciburuy (Garut), dan Kanekes (Banten). Salah satu yang bertahan melintasi jaman hingga kini adalah Kanekes atau yang lebih dikenal dengan Baduy sekarang. Jika dihitung sejak berdirinya hingga sekarang, maka diperkirakan kampung Baduy telah berusia sekitar 500 tahun. Tidak banyak yang berubah dari kehidupan Kanekes. Dengan demikian, setidaknya kita tahu potret sepotong kehidupan Kerajaan Sunda Kuno. 4 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Pajajaran Munculnya nama Kerajaan Pajajaran menggantikan nama Sunda Galuh seiring dengan penobatan Jayadewata atau yang dikenal dengan Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi (1482-1521). Parabu Siliwangi memilih Pakuan sebagai ibukota, sehingga dikenal juga nama Pakuan Pajajaran. Barangkali Prabu Siliwangi ini merupakan raja yang paling melekat namanya di hati masyarakat Sunda kontemporer. Beliau sering dikenal sebagai karuhun urang Sunda. Ditilik kiprahnya dalam sejarah Sunda, memang beliau banyak membuat karya besar pada jamannya. Yang utama adalah pada masa pemerintahannya rakyat makmur sejahtera. Perdagangan meningkat pesat ditunjang oleh kontrol penuh atas selat Sunda, Pelabuhan Banten, Pelabuhan (Sunda) Kalapa, dan Muara Jati Cirebon. Penguasaan atas pelabuhan Cirebon kemudian diberikan kepada Raden Walangungsang, anaknya dari Subanglarang, yang seorang muslimah. Pada masanya juga ditandatangani perjanjian dagang dan keamanan dengan penguasa selat Malaka, Portugis. Sementara di dalam negeri, dibangunlah situs Rancamaya (Bogor sekarang). Sementara di tanah Jawa lainnya, Kerajaan yang sedang kuat kuatnya adalah Demak yang bercorakkan Islam. Di tatar Sunda sendiri, perkembangan Islam begitu pesat. Mungkin karena agama baru ini lebih mendekati agama asli urang Sunda (jatisunda, sundawiwitan) yang monetheism. Setelah wafat, maka beliau digantikan Surawisesa (1521-1535). Bukan main beratnya melanjutkan nama besar sang ayah. Pada masanya, Kesultanan Cirebon melepaskan diri. Disusul wilayah Banten yang mendeklarasika Kesultanan Banten. Terakhir adalah Sunda Kalapa yang direbut Fatahillah, yang setelah direbut berganti nama menjadi Jayakarta. Satu persatu kerajaan di bawah Pajajaran lainnya mulai lepas. Mulai dari Kerajaan Galuh, Kerajaan Talaga, dan akhirnya Sumedang Larang. Ketika akhirnya perjanjian damai ditandatangani Oleh Kerajaan Pajajaran dan dan Kesultanan Cirebon, Surawisesa telah kehilangan setengah wilayahnya. Mungkin hal ini yang mendorong penulisan Prasasti Batu Tulis yang menceritakan kebesaran ayahnya dan simbolisasi penyesalan atas banyaknya kehilangan wilayah pada masanya. Setelah wafat Surawisesa, maka Praba Ratu Dewata (1535-1543) menggantikannya. Pada masa beliau, keadaan kehidupan yang sulit melanda kerajaan. Kondisi ini diperparah dengan serbuan kesultanan Banten yang menyerang ibukota Pakuan, walaupun gagal. Sebagian berpendapat situasi ini disebabkan sang Prabu kurang cakap dalam memimpin kerajaan, dan lebih tertarik mendalami ilmu tapabrata. Keadaan tidak lebih baik setelah Sang Ratu Sakti naik tahta (1543-1551). Jika sang ayah adalah ahli ibadah yang lemah lembut, maka sang anak berperangai keras dan sewenang wenang. Banyak kasus dimana harta benda rahayat diambil paksa. Lebih parah lagi dia meniru perangai buyutnya, Dewa Niskala dengan menikahi wanita yang sudah bertunangan, dan melakukan skandal dengan mantan selir ayahnya. Akhirnya sang Ratu diturunkan dengan paksa, dan digantikan Nilakendra (1551-1567). Pada saat Nilakendra berkuasa, Pajajaran benar benar dilanda situasi tidak menentu dan dan frustasi yang meluas. Rakyat banyak yang kelaparan. Ditengah kekacauan, Nilakendra melarikan diri dari himpitan masalah dengan menganut ajaran ekstrim, tantra. Aliran ini mengutamakan merapal manteta mantera untuk menyelesaikan persoalan, dan mabuk mabuk setelah menyantap hidangan yang lezat sebagai salah satu ritualnya. Sementara ditengah suramnya ekonomi, malah digelar proyek memperindah istana dengan hiasan hiasan berlapis emas. Tak heran bila kesultanan Banten dengan mudah menghancurkan Pakuan. Raja terakhir Pajajaran, Prabu Seda/ Raga Mulya/ Suryakancana, akhirnya meninggalkan Pakuan dan memilih Rajatapura, di Pandeglang sebagai pusat pemerintahan dalam pelarian. Rajatapura, di tempat inilah dulu untuk pertama kalinya Kerajaan Sunda kuno era Salakanagara berdiri. Semacam pertanda (?) Kerajaan Sunda dimulai di Rajatapura, dan berakhir di Rajatapura. Ramalan itu ada benarnya, saat Pasukan kesultanan Banten membumi hanguskan Rajatapura. Saat itu, tanggal 8 Mei 1579. 15 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Sunda Galuh, Akhir Sebuah Era Mahaprabu Wastukencana yang berkuasa atas Kerajaan Sunda dan Galuh menjelang akhir hayatnya membagi kerajaan menjadi dua bagian: Sebelah barat Citarum, kerajaan Sunda diberikan kepada Haliwungan atau Prabu Susuktunggal, anak dari istri Ratna Sarkati. Sebelah timur Citarum, Kerajaan Galuh kepada Dewa Niskala, anak dari istri Mayangsari. Kedua Kerajaan berdiri sejajar. Kerajaan Sunda Galuh kembali ke masa pemecahan, kali ini karena amanat Wastukencana. Skandal terjadi di Kawali. Perang Bubat ternyata masih menyisakan soal. Diawali dengan pelarian pembesar Majapahit ke Galuh. Waktu itu memang sedang terjadi huru hara akibat perebutan kekuasaan di Majapahit. Pelarian di sambut baik di Galuh. Yang jadi soal adalah Dewa Niskala mengawini salah seorang pembesar Majaphit tersebut, sesuatu yang diharamkan sejak Bubat. Lebih lebih lagi wanita itu telah bertunangan. Akibat pelanggaran kode etik itu, Prabu Susuktunggal menjadi murka dan berniat menyerbu Galuh. Namun perang dapat dicegah, dan pihak pihak bersengketa duduk di meja perundingan. Hasil kesepakatan adalah baik Susuktunggal ataupun Dewa Niskala harus mengundurkan diri sebagai raja di kerajaan masing masing. Sebagai gantinya mereka menunjuk Jayadewata yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus mantu Susuktunggal. Akhirnya Kerajaan Sunda Galuh kembali dilebur dengan raja Jayadewata, Sribaduga Maharaja, Prabu Siliwangi, dengan ibukota Pakuan. Maka lahirlah Kerajaan Pajajaran..... Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati No Raja Masa pemerintahan Keterangan 1 Darmaraja 1042-1065 2 Langlangbumi 1065-1155 3 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157 4 Darmakusuma 1157-1175 5 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297 6 Ragasuci 1297-1303 7 Citraganda 1303-1311 8 Prabu Linggadéwata 1311-1333 9 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 menantu no. 8 10 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350 11 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 wafat dalam Perang Bubat 12 Prabu Bunisora 1357-1371 paman no. 13 13 Prabu Niskala Wastu Kancana 1371-1475 anak no. 11 14 Prabu Susuktunggal 1475-1482 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Sunda Galuh, Tragedi Bubat Tragedi Bubat, Selasa Wage, tanggal 4 September 1357. By accident or by design? apapun, menyerbu sebuah iring iringan calon pengantin, tidak bisa dibenarkan. Kala itu adalah masa keemasan Kerajaan Sunda Galuh, namun juga masa keemasan kerajaan tetangganya yang sangat ekspansif, Majapahit. Dua kerajaan besar, dua kerajaan yang sejajar, dua raja dengan satu nenek moyang. Seorang raja, Lingga Buana, seorang puteri, Dyah Pitaloka, dan iring iringan pengantin harus gugur karena nafsu penaklukan. Seorang raja berkuasa, Hayam Wuruk, harus terpukul hingga menderita sakit. Dan karir sang Mahapatih harus berakhir tidak jelas. Dari generasi ke generasi, peristiwa kelam ini selalu dikenang. Memang seluruh tubuh yang gugur disucikan dengan upacara. Memang para pembesaran Majapahit mengungkapkan penyesalan yang mendalam. Memang para perwira yang menjunjung tinggi harga diri ini kembali dibaringkan di tanah Sunda. Tetapi beban sejarah yang berat harus dipikul seorang Bunisora. Bunisora, adik Lingga Buana, harus memimpin rahayat Pasundan Galuh melewati semua ini. Dialah seorang pendeta tingkat satmata, tingkat lima, yang karena kecelakaan sejarah dinobatkan menjadi raja. Saat itu putera mahkota baru berusia 9 tahun. Dialah yang harus membimbing calon penerus, Anggalarang, terutama bersikap bijak terhadap tragedi Bubat. Bukan hal yang mudah..... Tapi berhasil. Berkat bimbingan sang paman, Anggalarang tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana. Pada waktu dinobatkan pada usia 23 tahun, dan bergelar Mahaprabu Niskala Wastukencana, dikenal juga dengan nama Wangisutah, seorang raja besar telah dilahirkan. Pada waktu itu untuk pertama kalinya Keluarga Kerajaan Sunda Galuh, mempunyai anggota keluarga yang beragama Islam yang baru saja pulang Haji. Dia adalah kakak ipar raja sendiri, putera dari Bunisora, pamannya. Tidak terjadi intrik atas perbedaan agama ini. Bratalegawa atau Haji Purwa Galuh setelah masuk Islam, malah diberi tanah di Cirebon untuk mengembangkan agamanya. Indah, bukan? Pada saat itu juga sebuah tim ekspedisi dari negeri China dipimpin Laksamana Cheng Ho mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon, dan menghadiahkan sebuah mercu suar disana. Sementara itu, untuk pertama kalinya berdiri pesantren di tatar Sunda oleh Syekh Hasanudin bin Yusuf di daerah Karawang, tetunya atas ijin Mahaprabu. Sementara sebuah padepokan agama Budha didirikan di Kerajaan Talaga, Majalengka sekarang. Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Sunda Galuh, Masa Keemasan. Disiplin dalam melakukan suksesi benar benar memberikan berkah bagi Kerajaan Sunda Galuh. Nampaknya mereka telah belajar banyak dari era 100 tahun penuh makar dan peperangan yang tidak perlu. Mulai dari era Sunda Sembawa (964-973) maka kerajaan Sunda Galuh benar benar berada dalam perdamaian dan masa keemasan. Baca selengkapnya » Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Selasa, 27 Desember 2011 Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan (2) Limbur Kencana naik tahta dengan membunuh raja sebelumnya, Jayagiri. Ini merupakan rangkaian panjang pembunuhan yang dimulai ketika Arya Kedaton melakukan kudeta, dan kemudian dibunuh salah satu menterinya. Arya Kedaton digantikan anaknya Windu Sakti, dan Windu Sakti diteruskan oleh anaknya, Kemuning Gading. Tragedi terjadi lagi, Kemuning disingkirkan Jaya Giri, adiknya sendiri. Jaya Giri kemudian dibunuh Limbur Kencana, anak Kemuning Gading. Limbur Kencana yang kemudian naik tahta dibunuh Dewi Ambawati, anak Jaya Giri. Suami Dewi Ambawati, Watu Ageung kemudian menjadi Raja. Watu Ageung tidak lama memimpin karena kemudian dibunuh Sunda Sembawa, putera Lembur Kencana. Sampai disini, bunuh membunuh berhenti. Total terdapat 5 raja yang dibunuh dalam era rebutan kekuasaan ini. 100 tahun yang sia sia dilewatkan hanya untuk memenuhi nafsu berkuasa. Setelah itu suksesi relatif berjalan normal. Dan ketika suksesi berjalan normal, perlahan lahan Kerajaan Sunda Galuh memasuki masa keemasan. Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Senin, 26 Desember 2011 Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan. Jangan sekali kali merebut kekuasaan secara tidak sah. Hanya karena perbuatan illegal Arya Kedaton ( 891-895) merebut tahta Sunda, maka selama hampir 100 tahun Kerajaan Sunda didera prahara saling membunuh dan menjatuhkan. Kudeta yang satu dibalas dengan kudeta yang lebih Dahsyat. Bahkan kudeta di Kerajaan Sunda sempat menyeret peperangan dengan Kerajaan kembarnya, Galuh. Baca selengkapnya » Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Sunda Galuh, Damai Kemudian Bersatu Setelah mengalami masa peperangan selama empat generasi, maka kerajaan Sunda Galuh memasuki era damai sejak Galuh dipimpin Manarah alias Ciung Wanara ( 739-783) dan Sunda dipimpin Rakeyan Banga (739-766). Berturut turut adalah raja raja Sunda dan Galuh : Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati No Raja Masa pemerintahan Keterangan 1 Maharaja Tarusbawa 669-723 2 Sanjaya Harisdarma 723-732 cucu-menantu no.1 3 Tamperan Barmawijaya 732-739 4 Rakeyan Banga 739-766 5 Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766-783 6 Prabu Gilingwesi 783-795 menantu no. 5 7 Pucukbumi Darmeswara 795-819 menantu no. 6 8 Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891 9 Prabu Darmaraksa 891-895 adik-ipar no. 8 10 Windusakti Prabu Dewageng 895-913 11 Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi 913-916 12 Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa 916-942 menantu no. 11 13 Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa 942-954 14 Limbur Kancana 954-964 anak no. 11 15 Prabu Munding Ganawirya 964-973 16 Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung 973-989 17 Prabu Brajawisesa 989-1012 18 Prabu Dewa Sanghyang 1012-1019 19 Prabu Sanghyang Ageng 1019-1030 20 Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati 1030-1042 Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon No Raja Masa pemerintahan Keterangan 1 Wretikandayun 670-702 2 Rahyang Mandiminyak 702-709 3 Rahyang Bratasenawa 709-716 4 Rahyang Purbasora 716-723 sepupu no. 3 5 Sanjaya Harisdarma 723-724 anak no. 3 6 Adimulya Premana Dikusuma 724-725 cucu no. 4 7 Tamperan Barmawijaya 725-739 anak no. 5 8 Manarah 739-783 anak no. 6 9 Guruminda Sang Minisri 783-799 menantu no. 8 10 Prabhu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan 799-806 11 Sang Walengan 806-813 12 Prabu Linggabumi 813-852 13 Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891 ipar no. 12 Pada silsilah Kerajaan Sunda, Tarusbawa, Banga, dan Darmeswara hanya berkuasa di kawasan sebelah barat Sungai Citarum. Raja raja lainnya berkuasa di Kerajaan Sunda sekaligus Galuh. Pada silsilah Kerajaan Galuh, hanya Sanjaya dan Tamperan Barmawijaya yang sempat berkuasa atas Sunda sekaligus Galuh. Pada masa Rakeyan Wuwus lah, Kerajaan Sunda dan Galuh kembali bersatu, karena Raja Galuh Linggabumi tidak mempunyai keturunan. Akhirnya tahta diserahkan kepada suami adiknya, yang adalah Raja Sunda, Rakeyan Wuwus (819-891). Dengan demikian ini adalah penyatuan kedua sejak Sanjaya. Jika dihitung sejak era Manarah - Banga, maka rakyat kedua kerajaan mengalami masa masa damai selama lebih kurang 150 tahun hingga penyatuan tersebut. Namun penyatuan kerajaan tidak selalu berbuah manis. Kali ini masalah terjadi di jantung Kerajaan Sunda sendiri. Sebuah rebutan kekuasaan yang menumpahkan darah... Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saudara (4) Manarah, adalah putera dari perkawinan Premana Dikusuma dengan Naganingrum, cucu Bimaraksa. Ayahnya terbunuh, tetapi kemudian Manarah mempunyai bapak tiri karena ibunya kemudian dinikahi Tamperan Bramawijaya yang naik tahta menjadi raja Galuh sekaligus Sunda. Namun sebuah berita mengejutkan datang dari sang buyut, Bimaraksa. Bagaimana tidak, kabar itu menyebutkan bahwa ayahnya, Premana Dikusumah, sesungguhnya telah dibunuh Tamperan Brawijaya dengan cara cara licik. Maka rencana balas dendam pun disusun. Dibawah bimbingan Bimaraksa, maka ditentukan kudeta akan dilakukan saat acara sabung ayam. Kudeta berhasil, Tamperan Bramawijaya dan Dewi Pangreyep tewas, sementara Banga, putera mahkota ditawan. Kabar tewasnya Tamperan Brawijaya membuat Sanjaya yang bertahta di Bumi Mataram mengerahkan pasukan menyerang Galuh. Kerajaan Galuh yang telah bersiap diri dan didukung Kerajaan Kuningan dapat menahan laju pasukan Sanjaya. Pertempuran berlangsung berhari hari, tak ada yang menang, tak ada yang kalah. Melihat situasi yang membahayakan kedua belah pihak, maka Demunawan (anak Sempak Waja, cucu Wretikandayun, pendiri Galuh), turun gunung dari Saung Galah. Dalam perundingan damai yang diadakan di Galuh, disepakati : Manarah menguasai Kerajaan Galuh Banga mengusai Kerajaan Sunda Sanjaya tetap menjadi Raja Bumi Mataram Demunawan Menguasai Kerajaan Kuningan. Demikianlah perang kembali memecah kerajaan Sunda dan Galuh, terjadi pada tahun 739. Manarah kemudian dikenal sebagai Ciung Wanara dalam legenda Ciamis. Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Posted on: Wed, 23 Oct 2013 15:49:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015